ASUHAN
KEPERAWATAN PADA An. T DENGAN
HIPOSPADIA
DI
RUANG DAHLIA RS PANTIWILASA CITARUM
SEMARANG
Disusun oleh :
Asrey Fatmalasari Putri (NIM 10.5.006)
Dwi Yuli Yanto (NIM 10.5.020)
Evi Armada (NIM 10.5.024)
Suhardi (NIM 10.5.068)
AKADEMI KEPERAWATAN
WIDYA HUSADA SEMARANG
2012
WIDYA HUSADA SEMARANG
2012
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat,
taufiq serta hidayahNya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus
kelompok Keperawatan Anak dengan
judul “Asuhan Keperawatan pada An. T dengan Hipospadia Di Ruang Dahlia RS
Pantiwilasa Citarum Semarang”. Laporan
kasus ini dibuat sebagai tugas kelompok dan syarat untuk memenuhi nilai dari
praktek lapangan Keperawatan Anak yang dilaksanakan sejak tanggal 23 Juli 2012
sampai 11 Agustus 2012, pada akhir semester IV.
Pada kesempatan kali ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik
secara material maupun moril, selama penulis melaksanakan praktik Keperawatan Anak
sampai selesainya pembuatan laporan ini.
Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ns.
Rahayu Winarti, S.Kep selaku direktur Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang
2. Ns.
Wijanarko Heru, S.Kep selaku Dosen Pembimbing Akademik Widya Husada Semarang
3. Ibu
Sri Mulyani selaku Kepala Ruang di Ruang Dahlia RS Pantiwilasa Citarum Semarang
4. Bapak
Ardiyanto selaku pembimbing PKL di ruang dahlia RS Pantiwilasa Citarum Semarang
5. Ibu
Retno Lestari selaku pembimbing PKL di ruang dahlia RS Pantiwilasa Citarum Semarang
6. Seluruh
staf RS Pantiwilasa Citarum Semarang
yang telah membantu selama praktik Keperawatan Anak
7. Adek
Ahmad, Ardhia, Tius, Hilmi dan Keluarga yang telah membantu memberikan
informasi dan berpartisipasi dalam ujian Keperawatan Anak
8. Kedua
orang tua yang telah membantu doa dan materi sehingga laporan kasus ini dapat
selesai dengan baik
9. Teman-teman
seangkatan yang telah ikut membantu selama kegiatan praktik Keperawatan Anak
ini sampai selesai
10. Dan
semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Penulis
menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangannya. Maka dari
itu kritik dan saran dari para pembaca sangat penyusun harapkan demi
kesempurnaan laporan kami selanjutnya.
Akhir
kata semoga laporan kasus praktik Keperawatan Anak ini dapat memberi pencerahan
serta manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Semarang,
Agustus 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Sistematika
Pembuatan Makalah
BAB
II KONSEP DASAR
2.1
Pengertian Hipospadia
2.2
Etiologi
2.3
Patofisiologi
2.4
Pathway Keperawatan
2.5
Manifestasi Klinik
2.6
Pemeriksaan Penunjang
2.7
Komplikasi
2.8
Pengkajian
2.9
Diagnosa Keperawatan
2.10 Fokus
Intervensi, dan Rasional
2.11 Penatalaksanaan
BAB
III TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
3.2 Analisa
Data
3.3 Diagnosa,
Intervensi dan rasional
3.4 Implementasi
3.5 Evaluasi
BAB
IV PEMBAHASAN
BAB
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kejadian
hipospadia saat ini cenderung muncul pada 1 diantara 500 kelahiran bayi
laki-laki (Behrman, Kliegman,
& Arvin, 2000). Di Indonesia
banyak terjadi kasus hipospadia karena kurangnya pengetahuan para bidan saat
menangani kelahiran karena seharusnya anak yang lahir itu laki-laki namun
karena melihat lubang kencing di bawah maka dibilang anak itu perempuan.
Hipospadia
merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana muara dari
uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga glands
penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum atau perineum.
Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan semakin mengalami pemendekan
dan membentuk kurvatur yang disebut “chordee”.
Masalah yang ditimbulkan akibat hipospadia dapat berupa masalah fungsi
reproduksi, psikologis maupun sosial. Pada kasus ringan, meatus berada tepat di
bawah ujung penis, pada sebagian kasus yang berat meatus terletak pada perineum
antara dua skrotum (Muscari, 2005). Tatalaksana pasien dengan hipospadia
adalah dengan operasi, yang bertujuan untuk memperbaiki baik fungsi maupun
kosmetik. Dari berbagai metode operasi tersebut dikenal operasi 1 tahap
(onestage) dan beberapa tahap (multistage).
Berdasarkan
uraian diatas, maka penyusun tertarik dan termotivasi untuk menyusun Laporan
Kasus Keperawatan Anak dengan mengambil kasus berjudul “Asuhan Keperawatan pada An. T
dengan Hipospadia Di Ruang Dahlia RS Pantiwilasa Citarum Semarang”.
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Mahasiswa/mahasiswi
mampu mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Hipospadia
2.
Tujuan Khusus
a.
Memahami definisi Hipospadia
b.
Mengetahui etiologi, patofisiologi
Hipospadia
c.
Mengetahui manifestasi klinik Hipospadia
d. Mengatahui penatalaksanaan asuhan keperawatan
Hipospadia
BAB II
KONSEP DASAR HIPOSPADIA
A.
Pengertian
Hipospadia adalah kelainan kongetinal
berupa kelainan letak lubang uretra pada pria dari ujung penis ke sisi ventral (Corwin, 2009).
Hipospadia adalah kegagalan meatus
urinarius meluas ke ujung penis, lubang uretra terletak dibagian bawah batang
penis, skrotum atau perineum (Barbara J. Gruendemann
& Billie Fernsebner, 2005).
Dan menurut (Muscari, 2005) Hipospadia adalah suatu kondisi letak lubang uretra
berada di bawah glans penis atau di bagian mana saja sepanjang permukaan
ventral batang penis. Kulit prepusium ventral sedikit, dan bagian distal tampak
terselubung.
Klasifikasi
hipospadia menurut letak orifisium uretra eksternum :
1. Tipe
sederhana adalah tipe grandular, disini meatus terletak pada pangkal glands
penis. Pada kelainan ini secara klinis umumnya bersifat asimtomatik.
2. Tipe
penil, meatus terletak antara glands penis dan skrotum
3. Tipe
penoskrotal dan tipe perineal, kelainan cukup besar, umumnya pertumbuhan penis
akan terganggu.
Derajat
keparahan hipospadia :
a) Ditentukan
oleh satu posisi meatus uretra : glands, korona, batang penis sambungan dari
batang penis dan skrotum dan perineum
b) Lokasinya
c) Derajat
chordee (Anak-hipospadia)
B.
Etiologi
Penyebab
sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab
pasti dari hipospadia. Namun ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap
paling berpengaruh antara lain :
1. Secara
embriologis, hipospadia disebabkan oleh kegagalan penutupan yang sempurna pada
bagian ventral lekuk uretra (Heffiner, 2005).
2. Diferensiasi
uretra pada penis bergantung androgen dihidrotestoteron (DHT). Defisiensi
produksi testoteron (T), konversi T menjadi DHT yang tidak adekuat atau
defisiensi lokal pada pengenalan androgen (kekurangan jumlah atau fungsi
reseptor androgen) (Heffiner, 2005).
3. Terdapat
presdisposisi genetik non-Mendelian pada hipospadia, jika salah satu saudara
kandung mengalami hipospadia, resiko kejadian berulang pada keluarga tersebut
adalah 12%, jika bapak dan anak laki-lakinya terkena, maka resiko untuk anak
laki-laki berikutnya adalah 25% (Heffiner, 2005).
4. Kriptorkismus
(cacat perkembangan yang ditandai dengan kegagalan buah zakar untuk turun ke
dalam kandung buah zakar) terdapat pada 16% anak laki-laki dengan hipospadia (Heffiner, 2005).
5. Dihubungkan
dengan penurunan sifat genetik (Muscari, 2005).
6. Faktor
eksogen antara lain pajanan pranatal terhadap kokain, alkohol, fenitoin,
progestin, rubela, atau diabetes gestasional (Muscari,
2005).
C.
Patofisiologi
1. Kelainan
terjadi akibat kegagalan lipatan uretra untuk berfusi dengan sempurna pada masa
pembentukan saluran uretral embrionik
2. Abnormalitas
dapat menyebabkan infertilitas dan masalah psikologis apabila tidak diperbaiki (Muscari, 2005).
Fungsi dari garis tengah dari lipatan
uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral
dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan
yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis hingga
akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai tapi
yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai
chordee , pada sisi ventral
menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis (Anak-hipospadia).
D.
Pathways
Lampiran
E.
Manifestasi
Klinik
Gambaran
klinis Hipospadia :
1. Kesulitan
atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri
2. Chordee (melengkungnya
penis) dapat menyertai hipospadia
3. Hernia inguinalis
(testis tidak turun) dapat menyertai hipospadia (Corwin,
2009).
4. Lokasi
meatus urine yang tidak tepat dapat terlihat pada saat lahir (Muscari, 2005).
F.
Pemeriksaan
Penunjang
Diagnosis
dilakukan dengan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir atau bayi.
Karena kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan pemeriksaan yang
menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromososm (Corwin,
2009).
1. Rontgen
2. USG
sistem kemih kelamin
3. BNO
– IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan kongenital
ginjal
4. Kultur
urine (Anak-hipospadia)
G.
Komplikasi
Komplikasi
dari hipospadia antara lain :
1. Dapat
terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordee nya parah, maka
penetrasi selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan (Corwin, 2009)
2. Pseudohermatroditisme
(keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan
satu beberapa ciri seksual tertentu) (Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak,
2005)
3. Psikis
(malu) karena perubahan posisi BAK
4. Kesukaran
saat berhubungan saat, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
(Anak-hipospadia)
Komplikasi
pascaoperasi yang terjadi :
1. Edema
/ pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi,
juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah di bawah kulit, yang biasanya dicegah
dengan balutan ditekan selama 2 sampai 3 hari pascaoperasi
2. Striktur,
pada proksimal anastomis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari
anastomis
3. Rambut
dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau
pembentukan batu saat pubertas
4. Fitula
uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter
untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka
kejadian yang dapat diterima adalah 5-10%
5. Residual
chordee /rekuren chrodee, akibat dari chordee yang tidak sempurna, dimana tidak
melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan scar yang berlebihan
di ventral penis walaupun sangat jarang
6. Divertikulum
(kantung abnormal yang menonjol ke luar dari saluran atau alat berongga)
(Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak, 2005), terjadi pada pembentukan
neouretra yang terlalu lebar atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan
dilatasi yang dilanjut
H.
Penatalaksanaan
Tujuan
utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah merekomendasikan penis
menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal
sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan
normal (Anak-hipospadia).
1. Koreksi
bedah mungkin perlu dilakukan sebelum usia anak 1 atau 2 tahun. Sirkumsisi
harus dihindari pada bayi baru lahir agar kulup dapat dapat digunakan untuk
perbaikan dimasa mendatang (Corwin, 2009).
2. Informasikan
orang tua bahwa pengenalan lebih dini adalah penting sehingga sirkumsisi dapat
dihindari, kulit prepusium digunakan untuk bedah perbaikan (Muscari, 2005).
3. Dikenal
banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari :
Operasi
hipospadia satu tahap (One stage urethroplasty)
adalah teknik operasi sederhana yang sering digunakan, terutama untuk
hipospadia tipe distal. Tipe distal inimeatusnya letak anterior atau yang
middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat.
Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe
hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang lebih berat, maka one
stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan. Tipe annghipospadia proksimal
seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan yang berat seperti chordee yang berat, globuler glands yang
bengkok ke arah ventral (bawah) dengan dorsal : skin hood dan propenil bifid
scrotum. Intinya tipe hipospadia yang letak lubang air seninya lebih ke arah
proksimal (jauh dari tempat semestinya) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok
dan kelainan lain di scrotum
I.
Pengkajian
fokus
1.
Kaji biodata pasien
2.
Kaji riwayat masa lalu : antenatal,
natal
3.
Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil
4.
Kaji keluhan utama
5.
Kaji skala nyeri (post op.)
6.
Pemeriksaan fisik :
a.
Inspeksi kelainan letak meatus uretra
b.
Palpasi adanya distensi kandung kemih
J.
Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa
pasien pre operasi :
1. Managemen
regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan keluarga
2. Perubahan
eliminasi (retensi urine) b.d obstruksi mekanik
3. Kecemasan
b.d akan dilakukan tindakan operasi
Diagnosa
pasien post operasi :
1. Kesiapan
dalam peningkatan managemen regimen terapeutik b.d petunjuk aktifitas adekuat
2. Nyeri
b.d prosedur post operasi
3. Resiko
tinggi infeksi b.d invasi kateter
4. Perubahan
eliminasi urine b.d trauma operasi
K. Intervensi
1.
Managemen
regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan keluarga
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan managemen regimen terapeutik kembali efektif
b. Intervensi
b.1.Jadilah
pendengar yang baik untuk anggota keluarga
b.2.Diskusikan
kekuatan keluarga sebagai pendukung
b.3.Kaji
pengaruh budaya keluarga
b.4.Monitor
situasi keluarga
b.5.Ajarkan
perawatan dirumah tentang terapi pasien
b.6.Kaji
efek kebiasaan pasien untuk keluarga
b.7.Dukung
keluarga dalam merencanakan dan melakukan terapi pasien dan perubahan gaya
hidup
b.8.Identifikasi
perlindungan yang dapat digunakan keluarga dalam menjaga status kesehatan
2.
Perubahan
eliminasi (retensi urine) b.d obstruksi mekanik
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam diharapkan retensi berkurang.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam diharapkan retensi berkurang.
b. Intervensi
b.1. Melakukan
pencapaian komperehensif jalan urine berfokus kepada inkotenensia
b.2. Menjaga
privasi untuk eliminasi
b.3. Menggunakan
kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet
b.4. Menyediakan
waktu yang cukup untuk mengosongkan bladder (10 menit)
b.5. Menyediakan
perlak di kasur
b.6. Menggunakan
manuver crede, jika dibutuhkan
b.7. Menganjurkan
untuk mencegah konstipasi
b.8. Monitor
intake dan output
b.9. Monitor
distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
b.10. Berikan
waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan
3.
Kecemasan
b.d akan dilakukan tindakan operasi
a. Tujuan
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan cemas berkurang
atau hilang
b. Intervensi
b.1.Ciptakan
suasana yang tenang
b.2.Sediakan
informasi dengan memperlihatkan diagnosa, tindakan dan prognosa dampingi pasien
untuk menciptakan suasana aman dan mengurangi ketakutan
b.3.Dengarkan
dengan penuh perhatian
b.4.Kuatkan
kebiasaan yang mendukung
b.5.Ciptakan
hubungan saling percaya
b.6.Identifikasi
perubahan tingkat kecemasan
b.7.Bantu
pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan kecemasan
4.
Kesiapan
dalam peningkatan management regimen terapeutik b.d petunjuk aktifitas adekuat
a. Tujuan
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kesiapan
meningkatkan regimen terapeutik baik
b. Intervensi
b.1.Anjurkan
kunjungan anggota keluarga jika perlu
b.2.Bantu
keluarga dalam melakukan strategi menormalkan situasi
b.3.Bantu
keluarga menemukan perawatan anak yang tepat
b.4.Identifikasi
kebutuhan perawatan pasien di rumah dan bagaimana pengaruh pada keluarga
b.5.Buat
jadwal aktifitas perawatan pasien di rumah sesuai kondisi
b.6.Ajarkan
jadwal keluarga untuk menjaga dan selalu mengawasi perkembangan status
kesehtana keluarga
5.
Nyeri
akut b.d prosedur post operasi
a. Tujuan
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang
atau hilang
b. Intervensi :
b.1.Kaji
secara komperehensif mengenai lokasi, karakterisktik, durasi, frekuensi,
kualitas, intesitas dan faktor pencetus
b.2.Observasi
keluhan nonverbal dari ketidaknyamanan
b.3.Ajarkan
teknik relaksasi
b.4.Bantu
pasien dan keluarga untuk mengontrol nyeri
b.5.Beri
informasi tentang nyeri (penyebab, durasi, prosedur antisipasi nyeri)
b.6.TTV
b.7.Anjurkan
untuk menurunkan stress dan banyak istirahat
b.8.Beri
pasien posisi nyaman
6.
Resiko
tinggi infeksi b.d invasi kateter
a. Tujuan
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi
infeksi
b. Intervensi
b.1.Catat
karakteristik luka, drainase
b.2.Bersihkan
luka dan ganti balutan dengan teknik steril
b.3.Bersihkan
lingkungan dengan benar
b.4.Monitor
peningkatan granulasi, sel darah putih
b.5.Kaji
faktor yang dapat meningkatkan infeksi
b.6.Ajarkan
pada pasien dan keluarga cara prosedur perawatan luka
7.
Perubahan
eliminasi urine (retensi) b.d trauma operasi
a. Tujuan
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan retensi urine
berkurang
b. Intervensi
b.1.Monitor
intake dan output
b.2.Monitor distensi kandung kemih dengan palpasi dan
perkusi
BAB
III
TINJAUAN
KASUS
A.
Pengkajian
Pengkajian dilakukan
pada tanggal 30 Juli 2012, jam 08.29, di ruang dahlia RS Panti wilasa
1.
Identitas Data
Nama : An. T
Alamat : Purwodadi
Tanggal
lahir/Umur : 22 Maret 1999/13.4 th
Jenis
kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
No
Register : 461168
Tanggal
masuk : 29 Juli 2012
Dx.
Medis : Hipospadia
2.
Nama Penanggung Jawab
Nama
Ayah : Tn. A
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama
Ibu : Ny. S
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3.
Keluhan Utama
BAK
lancar tetapi tidak memancar
4.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada
tanggal 9 Juli 2012, An. T rencana akan di sirkumsisi di dokter. Namun, baru
diinsisi sedikit dokter tidak berani melanjutkan sirkumsisi. Lalu dari dokter
dirujuk ke RS Karyadi Semarang. Di RS Karyadi mengantri banyak pasien, karena
dari dokter menyarankan agar tidak terlalu lama maka An. T dari RS Karyadi
dibawa ke RS Panti Wilasa Citarum Semarang pada tanggal 29 Juli 2012. Oleh
dokter poli umum RS Panti Wilasa dianjurkan untuk operasi. Operasi tanggal 30
Juli 2012 jam 19.00. sekarang An. T dirawat di ruang Dahlia RS panti Wilasa
Citarum Semarang. An. T mengatakan cemas akan menjalani operasi, An. T terlihat
gelisah.
5.
Riwayat kehamilan dan kelainan
a. Prenatal
Ny. S mengatakan selalu memeriksakan
kehamilannya ke bidan, setiap 1 bulan sekali, dan sudah mendapat imunisasi TT
dan tidak ada riwayat penyakit selama hamil.
b. Intranatal
Ny. S mengatakan melahirkan secara
normal dibantu oleh bidan dengan BBL : 3100 gr, PB : 50 cm.
c. Postnatal
Ny. S mengatakan An. T diberi ASI
eksklusif dan diberi makanan tambahan (MPASI) setelah ± 5 bulan usianya.
6.
Riwayat kesehatan masa lampau
a. Penyakit
waktu kecil : Tidak ada
b. Di
rawat di RS : Belum pernah
c. Obat
yang digunakan : Tidak ada
d. Tindakan
operasi :
Belum pernah
e. Alergi : Udang
f. Kecelakaan : Tidak ada
g. Imunisasi
:
BCG, Polio, DPT, Hepatitis B
7. Riwayat
kesehatan keluarga
a. 


Genogram Ket
:




![]() |
![]() |
||||
![]() |
|||||
:
laki2








![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |





![]() |
|||||||
![]() |
![]() |
||||||
![]() |
b. Penyakit
keturunan : Ny. S mengatakan
keluarga tidak ada yang menderita penyakit hipospadia, dan an. T tidak memiliki
penyakit keturunan seperti asma, hipertensi, DM.
8. Riwayat
sosial
An. T dirawat oleh kedua orang tua
dan nenek, dengan keadaan rumah bersih, dekat dengan keramaian (jalan raya),
dilingkungan perumahan.
9. Pola
sehari-hari
a. Pola
istirahat
An.
T mengatakan sebelum dan selama sakit tidur ± 8 – 10 jam/hari.
b. Personal
hygiene
An.
T mengatakan sebelum dan selama sakit mandi 2 x/hari.
c. Pola
eliminasi
An.
T mengatakan sebelum dan selama sakit BAB 1 x/hari, BAK ± 5 x/hari (1500 cc).
BAK lancar tetapi tidak memancar.
d. Pola
aktifitas latihan
Dalam
kegiatan sehari-hari an. T dapat melakukan perawatan diri mandiri, makan/minum
sendiri dan aktifitas sendiri.
e. Pola
nutrisi
An.
T mengatakan sebelum dan selama sakit an. T makan 3 x/hari, minum ± 9
gelas/hari
10. Pemeriksaan
fisik
a. KU : Baik kesadaran : composmentis
b. TTV : N : 82 x/menit TD : 110/70 mmHg S : 36.3’C
RR : 24 x/menit
c. Kepala
Mesochepal,
simetris, rambut hitam, tidak rontok, bersih, tidak ada pembesaran lingkar
kepala
d. Mata
Sklera
putih, tidak ada secret mata, tidak menggunakan alat bantu penglihatan
(kacamata)
e. Hidung
: tidak ada pernafasan
cuping hidung, hidung bersih
f. Mulut
: mukosa bibir lembab,
tidak ada stomatitis
g. Telinga
: tidak ada secret, tidak
menggunakan alat bantu pendengaran
h. Dada : Simetris
i.
Jantung
·
Inspeksi :
Ictus cordis tidak terlihat
·
Palpasi :
ictus cordis terba di intercosta 4-5
·
Perkusi :
sonor
·
Auskultasi : terdengar bunyi jantung lup dup
j.
Paru – paru
·
Inspeksi :
pengembangan paru simetris ka dan ki
·
Palpasi :
vokal fremitus normal
·
Perkusi :
sonor di seluruh lapang paru
·
Auskultasi : vesikuler, tidak ada ronchi/whezing
k. Abdomen
·
Inspeksi :
simetris, datar, tidak ada lesi, bekas operasi
·
Auskultasi : bising usus normal ± 28 x/menit
·
Perkusi :
timpani
·
Palpasi :
tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa abdomen, tidak ada benjolan
l.
Genetalia : kelainan letak meatus
uretra di penil
m. Ekstremitas : tidak terdapat luka, bekas operasi
n. Kulit : berwarna sawo matang,
utuh, turgor baik
11. Data
Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai
|
Satuan
|
HEMATOLOGI
Darah
Rutin
Hb
Lekosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
Differential
Count
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Batang
Netrofil
Segmen
Limfosit
Monosit
Gol.
Darah
Koagulasi
PPT
PPT
test
PPT
kontrol
PPTK
PTTK test
PTTK
kontrol
Kimia
Klinik
Ureum
Creatinin
|
13.6
6.0
4.8
38.2
L
436
H
4
0
1
55
32
8
H
O
16.1
16.7
40.5
36.0
27.0
0.8
|
12.8
– 16.8
4.5
– 13
4.4
– 5.9
41
– 53
150
– 400
1
– 5
0
– 1
3
– 6
25
– 60
25
– 50
1
– 6
12
– 19
12.3
– 18.9
27
– 42
27.0
– 43.0
<
31
<
1
|
g/dl
10^9/L
10^12/L
%
10^9/L
%
%
%
%
%
%
Detik
Detik
Detik
Detik
mg/dl
mg/dl
|
1.
Data
Tambahan
Dilakukan pengkajian pada tanggal
31 Juli 2012, jam 15.00 (post op. Urethroplasty)
·
Dilakukan tindakan operasi
(urethroplasty) tgl 30 Juli 2012 jam 19.00
·
Luka post op. Sepanjang penis, dari
scrotum sampai glans penis, dan melingkar sepanjang glans (± 5 cm), letak
meaatus uretra di penil
·
An. T mengatakan merasakan nyeri
didaerah sekitar penis, dengan skala 5, nyeri tiba-tiba berlangsung sekitar 2
menit, an. T terlihat meringis, dan tampak berhati-hati ketika merubah posisi
·
Terpasang prosedur invasi kateter, BAK
tanggal 31 Juli 2012, jam 17.00 : 1000 cc, jam 19.00 : 200 cc
·
Pemeriksaan TTV tanggal 31 Juli 2012,
jam 19.00 : N : 66 x/menit,
TD
: 110/70 mmHg, S : 36’C, RR : 24 x/menit
·
Terpasang infuse RL : 15 tpm
·
Minum : ± 7 gelas/hari
A. Analisa
Data
Nama :
an. T
Umur :
13.4 th
No
|
Data
|
Masalah
|
Etiologi
|
1.
|
DS
: an. T mengatakan cemas menghadapi operasi
DO
: an. T terlihat gelisah
|
Cemas
|
Prosedur
pembedahan/ancaman pada status kesehatan
|
2.
|
DS
: -
DO
:
-
BAK lancar tetapi tidak memancar
-
Letak meatus uretra di penil
-
BAK ± 5x/hari (1500 cc)
-
Minum ± 9 gelas/hari
|
Gangguan
pola berkemih
|
Obstruksi
anatomik
|
B.
Diagnosa,
Intervensi dan Rasionalnya
Nama :
an. T
Umur :
13.4 th
No
|
Tanggal/jam
|
Dx. Kep
|
Intervensi
|
TT
|
||
Tujuan
|
Tindakan
|
Rasional
|
||||
1.
|
30/7/12
09.00
|
Cemas
b.d prosedur pembedahan/ancaman pada status kesehatan
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 15 menit diharapkan cemas hilang
dengan KH :
-
Ps. mengungkapkan cemas berkurang/hilang
-
Ps. terlihat rileks
-
TTV dalam batas normal
TD
: < 140/90 mmHg
RR
: 16 -24 x/mnt
N
: 60-90 x/mnt
S
: 36.5-37.5’C
|
-
Kaji tingkat kecemasan Ps. (Berat, sedang, ringan)
-
Kaji TTV
-
Beri dukungan emosional
-
Ajarkan teknik relaksasi
-
Beri pengetahuan dengan menjelaskan tentang uji
diagnostik tindakan operasi dan pengobatan.
|
-
Untuk mengetahui tingkat kecemasan dan tepat cara
memberikan asuhan keperawatan
-
Untuk mengetahui seberapa tingkat kecemasan ps.
-
membantu mengurangi kecemasan
-
membantu mengurangi kecemasan
-
Agar ps. Mengetahui tentang jalannya operasi dan
kecemasan pasien berkurang
|
|
2.
|
30/7/12
09.10
|
Gangguan
pola berkemih b.d obstruksi anatomik
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam diharapkan pola berkemih lancar
|
-
Monitor intake & output
-
Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan
bladder
-
Monitor distensi kandung kemih
-
Menyediakan perlak dikasur
-
Mencegah konstipasi
|
-
Mengetahui balance cairan
-
Mengurangi distensi kandung kemih
-
Mengetahui kondisi kandung kemih
-
Mencegah adanya perembesan urine tanpa sengaja
-
Mengurangi distensi kandung kemih
|
|
C.
Implementasi
Nama :
an. T
Umur :
13.4 th
No. DP
|
Tgl/jam
|
Implementasi
|
Respon pasien
|
TT
|
1,2
|
30/7/12
10.10
12.00
|
-
Mengkaji tingkat kecemasan dan mengajarkan teknik
relaksasi
-
Menyediakan perlak di kasur
-
Memonitor intake dan output
-
TTV
-
Memonitor distensi kandung kemih
-
Mengkaji tingkat kecemasan
-
Memberi pengetahuan tentang uji diagnostik dan
jalannya operasi serta
-
Memberikan dukungan emosional
|
DS
:
-
an. T mengatakan cemas akan menghadapi operasi
namun setelah diajarkan teknik relaksasi, diberi dukungan emosional dan
diberi pengetahuan mengenai operasi an. T mengatakan cemas berkurang
-
minum ± 4 gelas, BAK 3 x
DO
:
-
terdapat perlak di atas kasur
-
an. T terlihat lebih rileks
-
tidak ada distensi kandung kemih
-
minum ± 4 gelas (± 800 cc)
-
BAK 3x (± 600 cc)
-
S : 36.3’C
-
N : 84 x/menit
-
TD : 100/80 mmHg
-
RR : 26 x/menit
|
|
D.
Evaluasi
Nama :
an. T
Umur :
13.4 th
No. DP
|
Tgl/jam
|
Evaluasi
|
TT
|
1.
|
30/7/2012
13.45
|
S
: an. T mengatakan cemas berkurang
O
: an. T terlihat lebih rileks, N : 84 x/menit, S : 36.6’C,
TD
: 100/80 mmHg, RR : 26 x/menit
A
: Masalah teratasi sebagian
P
: Lanjutkan intervensi pantau TTV
|
|
2.
|
30/7/2012
13.45
|
S
: an. T mengatakan sudah minum ± 4 gelas, BAK 3x
O
: Mi 4 gelas (± 800 cc), BAK 3x (± 600 cc)
Tidak
ada distensi kandung kemih, terdapat perlak di atas kasur
A
: Masalah teratasi
P
: Hentikan intervensi
|
|
ASUHAN
KEPERAWATAN
Post
op. Urethroplasty
A.
Analisa
Data
Nama :
An. T
Umur :
13.4 th
No
|
Data
|
Masalah
|
Etiologi
|
1.
|
S
: an. T mengatakan nyeri seperti kesemutan, dengan skala 5, disekitar penis,
tiba-tiba selama ± 2 menit
O
:
-
P : nyeri tiba-tiba
-
Q : nyeri seperti kesemutan
-
R : nyeri terasa di daerah sekitar penis
-
S : skala nyeri 5
-
T : terjadi selama ± 2 menit
-
An. T terlihat meringis dan tampak berhati-hati
ketika bergerak atau merubah posisi
|
Nyeri
akut
|
Agen
cidera (Prosedur post. Op)
|
2.
|
S
: -
O
: terdapat luka post. Op di penis, terbalut kassa steril
Lebar
luka : sepanjang penis dari scrotum sampai glands penis dan melingkar
sepanjang glands
Panjang
Luka : ± 5 cm
|
Resti
infeksi
|
Pertahanan
tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh/insisi bedah)
|
B.
Rencana
Keperawatan
Nama : an. T
Umur : 13.4 th
No
|
Tgl/jam
|
Dx. Kep
|
Intervensi
|
TT
|
||
Tujuan
|
Tindakan
|
Rasional
|
||||
1.
|
31/7/2012
15.10
|
Nyeri
akut b.d agen cidera (prosedur post. Op)
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x7 jam diharapkan nyeri berkurang
atau hilang dengan KH
-
Skala nyeri 4-0
-
Ps. terlihat rileks
-
TTV dalam batas normal :
-
TD : <140/90 mmHg
-
RR : 16-24 x/mnt
-
S : 36.5’-37.5’C
-
N : 60-90 x/mnt
|
-
Kaji karakteristik nyeri
-
TTV
-
Ajarkan teknik relaksasi
-
Beri ps. posisi yang nyaman
-
Kolaborasi untuk pemberian analgetik
|
-
Mengetahui karakteristik nyeri
-
Mengetahui tanda kegawat daruratan
-
Membantu mengurangi nyeri
-
Membantu mengurangi nyeri
-
Membantu mengurangi nyeri
|
|
2.
|
31/7/2012
15.10
|
Resti
infeksi b.d Pertahanan tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit tidak
utuh/insisi bedah)
|
Setelah
dilakukan tindakan selama 3 x 7 jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan
KH
-
Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti (rubor, tumor,
kalor, dolor, fungiolesa)
|
-
Kaji lebar luka, letak luka
-
Kaji faktor yang dapat menyebabkan infeksi
-
Bersihkan lingkungan dengan benar
-
Ganti balut setiap hari
-
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik dan anti
pendarahan
|
-
Mengetahui seberapa besar faktor resiko
-
Mengetahui penyebab infeksi
-
Meminimalkan terjadinya penularan infeksi
-
Meminimalkan terjadinya infeksi
-
Menambah daya tahan tubuh terhadap virus/bakteri
|
|
C.
Catatan
Keperawatan
Nama :
An. T
Umur :
13.4 th
No DP
|
Tgl/jam
|
Implementasi
|
Respon
|
TT
|
1,2
|
31/7/2012
15.00
16.00
20.00
|
-
Mengkaji karakteristik nyeri
-
Mengkaji karakteristik luka (lebar luka &
letak luka)
-
Mengajarkan teknik relaksasi
-
Mengkolaborasikan untuk pemberian analgetik dan anti pendarahan
-
TTV
-
Memberi ps. posisi yang nyaman
-
Mengkolaborasi untuk pemberian antibiotik
|
S
: an. T mengatakan nyeri terasa disekitar penis, seperti kesemutan, terjadi
selama ± 2 menit secara tiba-tiba
-
An. T bersedia melakukan relaksasi
O :
-
P : nyeri tiba-tiba
-
Q : nyeri seperti kesemutan
-
R : nyeri disekitar penis
-
S : nyeri dengan skala 5
-
T : nyeri selama ± 2 menit
-
Injeksi Kalnex 250 mg (jam 16.00)
-
Injeksi toraxic 20 mg (jam 16.00)
-
Injeksi ceftriaxon 1 g (jam 20.00)
-
Ps. terbaring dengan posisi semi fowler, kaki
mengangkang/terbuka
-
TD : 120/70 mmHg
-
S : 36.4’C
-
N : 85 x/menit
-
RR : 24 x/menit
-
An. T terlihat melakukan relaksasi nafas dalam
-
An. T terlihat berhati – hati dalam bergerak atau
merubah posisi
-
Lebar luka : sepanjang penis dari scrotum sampai
glands penis dan mengitari glands penis
-
Panjang luka : ± 5 cm
-
Letak luka : di penil
|
|
1,2
|
1/8/2012
07.30
08.00
11.25
|
-
Mengkaji karakteristik nyeri
-
TTV
-
Mengkolaborasi untuk pemberian anti pendarahan dan
antibiotik
-
Mengkaji karakteristik luka
|
S
: an. T mengatakan sudah tidak merasakan nyeri
O
: an. T terlihat rileks,
-
TD : 110/70 mmHg
-
S : 36.2’C
-
RR : 20 x/menit
-
N : 78 x/menit
-
Injeksi Kalnex 250 mg (jam 09.00)
-
Injeksi ceftriaxon 1 g (jam 09.00)
-
Luka bersih terkontaminasi, berwarna merah, tidak
berbau
-
Luka di sepanjang penil
|
|
D.
Catatan
Perkembangan
Nama :
an. T
Umur :
13.4 th
No DP
|
Tgl/Jam
|
Evaluasi
|
TT
|
1.
|
31/7/2012
20.30
|
S
: an. T mengatakan nyeri terasa disekitar penis, seperti kesemutan, terjadi
selama ± 2 menit secara tiba-tiba,
An.
T bersedia melakukan relaksasi
O
:
-
P : nyeri tiba-tiba
-
Q : nyeri seperti kesemutan
-
R : nyeri disekitar penis
-
S : nyeri dengan skala 5
-
T : nyeri selama ± 2 menit
-
Injeksi toraxic 20 mg (jam 16.00)
-
An. T terbaring dengan posisi semi fowler, kaki
mengangkang/terbuka
-
TD : 120/70 mmHg
-
S : 36.4’C
-
N : 85 x/menit
-
RR : 24 x/menit
-
An. T terlihat melakukan relaksasi nafas dalam
-
An. T terlihat berhati – hati ketika bergerak atau
merubah posisi
A : Masalah
teratasi sebagian
P : Lanjutkan
intervensi kaji karakteristik nyeri, beri posisi nyaman dan kolaborasi untuk
pemberian analgetik
|
|
2.
|
31/7/2012
20.30
|
S
: -
O
:
- Lebar luka :
sepanjang penis, dari scrotum sampai glands penis, melangkar sepanjang glands
- Panjang luka :
± 5 cm
- Letak luka :
di sepanjang penil
- Injeksi kalnex
250 mg (16.00)
- Injeksi
ceftriaxon 1 g (16.00)
A
: Masalah belum teratasi
P
: Lanjutkan intervensi kaji karakteistik luka, kolaborasi untuk pemberian
antibiotik dan anti pendarahan
|
|
1.
|
1/8/2012
13.00
|
S
: an. T mengatakan sudah tidak merasakan nyeri
O
:
- An. T terlihat
rileks
- TD :110/70
mmHg
- S : 36.2 ‘C
- N :78 x/mnt
- RR : 20 x/mnt
A : Masalah
teratasi
P : program
pulang, hentikan intervensi
|
|
2.
|
1/8/2012
13.00
|
S
: -
O
:
- Lebar luka :
sepanjang penis, dari scrotum sampai glands penis, melingkar sepanjang glands
- Letak luka :
di sepanjang penil
- Luka berwarna
merah, tidak berbau, luka bersih terkontaminasi
A : Masalah
teratasi
P : program
pulang, hentikan intervensi
- Beri penkes
tentang diit tinggi protein (mempercepat proses penyembuhan), dan
membersihkan luka dengan NaCl
|
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
Dalam bab pembahasan
ini penulis akan membahas permasalahan tentang Asuhan , Keperawatan pada An. T dengan hipospadia di ruang anak,
RS. Pantiwilasa Citarum semarang.
Pembahasan
akan diuraikan sesuai masalah yang ditemukan dengan menggunakan pendekatan
konsep dasar yang mendukung. Penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang
muncul pada asuhan keperawatan antara teori dengan kasus yang penulis kelola.
Penulis akan membahas tentang diagnosa yang muncul, yang tidak muncul, serta
dukungan dan hambatan dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada an. T .
A. Diagnosa
yang muncul
1. Cemas
b.d prosedur pembedahan/ancaman pada status kesehatan
Kecemasan
penulis ambil sebagai diagnosa pertama kali sebelum menjalani operasi karena
tindakan operasi dapat menaikkan tingkat kecemasan pasien dan meningkatkan
hormon pemicu stress (Ibrahim, 2006). Perawatan pre operasi yang efektif dapat
mengurangi resiko post operasi, salah satu prioritasnya adalah mengurangi
kecemasan pasien. Cemas merupakan reaksi normal pasien terhadap ancaman
pembedahan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan yaitu
faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain jenis kelamin, usia,
pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan tipe kepribadian
sedangkan faktor eksternalnya antara lain ancaman terhadap integritas biologis
dan ancaman terhadap konsep diri (Stuart and Sundeen, 1998).
Dari
hasil pengkajian yang kami lakukan pada pre operasi didapatkan data subyektif
yaitu an. T mengatakan cemas menghadapi operasi dan data objektif yang kami
dapatkan pasien terlihat gelisah.
Untuk
mengatasi atau mengurangi tingkat kecemasan pasien maka dilakukan intervensi
dan implementasi yang tepat dan sesuai. Implementasi yang kami lakukan adalah
mengkaji tingkat kecemasan pasien, apakah sedang, berat, ringan, lalu kami
memberi pasien dukungan emosional, mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas
dalam dan memberi pengetahuan tentang jalannya operasi.
Dengan
implementasi tersebut kami mengevaluasi keadaan pasien dan didapat hasil
masalah cemas teratasi sebagian ditandai dengan pasien tidak lagi terlihat
gelisah, pasien melakukan teknik relaksasi dengan tarik nafas dalam, pasien
juga mengungkapkan cemas berkurang. Tetapi kami tetap melanjutkan intervensi
untuk tetap memberi dukungan emosional serta mengkaji tanda tanda vital pasien.
2. Gangguan
pola berkemih b.d obstruksi anatomik
Kami
mengambil diagnosa ini sebagai diagnosa kedua pre operasi karena dari hasil
pengkajian kami dapatkan data obyektif BAK lancar tetapi tidak memancar, dimana
keadaan tersebut dapat menyebabkan pengosongan bladder tidak maksimal.
Untuk
menangani gangguan pola berkemih tersebut, maka kami melakukan implementasi
diantaranya menyediakan perlak di kasur, memonitor intake dan output, dan memonitor
distensi kandung kemih.
Dari hasil implementasi
yang kami lakukan di dapatkan hasil yaitu kandung kemih tidak mengalami
distensi, BAK ± 4 x (1500 cc).
3. Nyeri
akut b.d agen cidera (prosedur post operasi)
Nyeri
adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan
(ancaman) kerusakan jaringan (Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja, 2007).
Dalam kebutuhan dasar manusia, nyeri merupakan perasaan yang tidak nyaman yang
dapat menyebabkan komplikasi lain seperti cemas, takhikardi apabila tidak
diatasi secara cepat dan tepat.
Untuk
itu kami mengangkat nyeri akut sebagai diagnosa prioritas ke tiga, dimana dalam
kasus ini ditemukan data pengkajian yaitu an. T mengatakan merasakan nyeri
disekitar peni, nyeri terasa seperti kesemutan, dengan skala 5, nyeri juga
terasa tiba – tiba dengan selang waktu selama ± 2 menit.
Dengan
implementasi tersebut kami mengevaluasi perkembangan pasien dan didapatkan
hasil an. T sudah tidak merasakan nyeri, intervensi dihentikan dan pasien
diperbolehkan pulang.
4. Resiko
infeksi b.d pertahanan tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit tidak
utuh/insisi bedah)
Dalam
kasus post operasi tentunya terdapat jaringan kulit yang terbuka. Jaringan
tersebut menjadi luka bedah dan sebagai pintu masuknya mikroba-mikroba, serta
bakteri dan virus ke dalam tubuh. Dalam hal ini resiko infeksi penulis angkat
sebagai diagnosa prioritas karena pasien beresiko mengalami infeksi dengan luka
yang terdapat pada penis.
Dari
hasil pengkajian yang kami lakukan didapatkan data antara lain lebar luka sepanjang
penis, dari glans sampai skrotum, termasuk jenis luka bersih terkontaminasi.
Untuk mengurangi resiko infeksi yang mungkin terjadi maka kami melakukan
implementasi antara lain mengkaji luka apakah terdapat tanda-tanda infeksi, lalu
mengkaji faktor-faktor yang bisa menyebabkan infeksi seperti kebersihan tempat
tidur, dan membersihkan lingkungan dengan benar juga perlu diperhatikan, kami
juga melakukan kolaborasi untuk pemeberian antibiotik dan anti pendarahan
dengan tujuan tubuh mendapatkan daya tahan eksternal, apabila luka masih belum
kering bisa dilakukan implementasi untuk ganti balut setiap hari sampai luka
kering.
Dari
implementasi yang kami lakukan, didapatkan evaluasi yaitu tidak terdapat tanda
– tanda infeksi seperti rubor, kalor, dolor, tumor, dan fungiolesa, dan luka
berwarna merah, tidak berbau, karakteristik luka bersih terkontaminasi.
B. Diagnosa
yang tidak muncul :
a) Managemen
regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan keluarga
b) Kesiapan
dalam peningkatan managemen regimen terapeutik b.d petunjuk aktivitas adekuat
c) Perubahan
eliminasi urine b.d trauma operasi
Semua itu tidak kami angkat sebagai diagnosa
prioritas karena dalam pengkajian data yang kami lakukan tidak ada
batasan-batasan karakteristik yang memperkuat diagnosa tersebut. Diagnosa
tambahan tersebut akan muncul saat pasien apabila terjadi komplikasi –
komplikasi lebih lanjut pasca operasi. Jadi diagnosa yang kami prioritaskan
adalah cemas berhubungan dengan prosedur pembedahan/ancaman pada status
kesehatan, gangguan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik, nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera (prosedur pasca operasi), resiko infeksi
berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit
tidak utuh/insisi bedah).
C. Dukungan
dan hambatan
Keberhasilan penulis dalam mencapai
tujuan asuhan keperawatan tidak lepas dari faktor pendukung yang ada selama
melakukan asuhan keperawatan 3x7 jam, diantaranya adalah :
1. Kepercayaan
yang diberikan oleh perawat klinik kepada penyusun untuk melakukan perawatan
pada pasien selama 3x7 jam.
2. Kepercayaan
pasien dan keluarga terhadap kemampuan perawat dan sikap kooperatif dari pasien
selama tindakan keperawatan.
3. Bimbingan
oleh perawat dan penguji yang sangat membantu dalam keefektifan prosedur
pelaksanaan tindakan keperawatan.
Sedangkan
faktor penghambat keberhasilan tindakan keperawatan yang dihadapi penyusun
adalah :
1.
Terbatasnya kemampuan dan pengetahuan
penyusun tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
2. Kurang
teliti dalam melakukan pengkajian dan menganalisa data untuk memastikan
intervensi yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3.
Kurang mendalami dalam melakukan
pengkajian terhadap pasien mengenai psikologis dan tingkat pengetahuan pasien
dan keluarga tentang operasi
4.
Keterbatasan pengetahuan tentang cara
pendokumentasian tindakan keperawatan yang benar dan tepat
BAB
V
PENUTUP
- Kesimpulan
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada An. T dengan Hipospadia di Ruang dahlia RS Panti Wilasa
Citarum Semarang” dapat disimpulkan bahwa diagnosa yang muncul adalah
kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi, gangguan pola
eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik, nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera (prosedur post operasi), dan resiko infeksi berhubungan dengan
pertahanan tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh/insisi
bedah). Pada tahap ini penulismenarik kesimpulan :
·
Hal – hal yang harus diperhatikan
perawat dalam penatalaksanaan pasien pre dan post urethroplasty adalah :
-
Sbelum operasi dilakukan perawat harus
melakukan pengkajian pre operasi awal, rencanakan metode penyuluhan yang sesuai
dengan kebutuhan pasien, perawat sebisa mungkin melakukan wawancara terhadap
keluarga pasien dan pastikan kelengkapan pemeriksaan pre operasi dan tentukan
asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai. Sebelum operasi kasus yang banyak
terjadi adalah pasien mengalami kecemasan untuk itu sebagai perawat harus bisa
memberi dukungan emosional kepada pasien, dan mengkomunikasikan status
emosional pasien kepada tim bedah.
-
Setelah dilakukan operasi tentunya
terdapat luka terbuka, maka dari itu perawata harus mampu memanagemen untuk
meminimalkan terjadinya infeksi. Dan selain itu nyeri akibat jaringan kulit
yang tidak utuh dapat mengganggu kenyamanan pasien, perawat harus bisa membantu
mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi, memberi posisi yang nyaman bagi
pasien atau mengkolaborasikannya kepada dokter untuk pemberian analgetik.
- Saran
Saran yang dapat penulis berikan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre dan post urethroplasty dengan
hipospadia adalah :
1. Bagi
Perawat
Peningkatan pemahaman,
pengetahuan dan ketrampilan tentang teori dan prosedure asuhan keperawatan
penting agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan
yang dibutuhkan klien maka dari itu perawat klinik di Ruang dahlia perlu
mengikuti sejumlah pelatihan – pelatihan keperawatan.
2. Bagi
Akademik
Pengetahuan dalam
tindakan asuhan keperawatan di ruang anak sangat diperlukan maka untuk akademik
bisa menambah jam – jam kuliah seperti kunjungan di rumah sakit dan praktek
laboratorium sesering mungkin, agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan
pengetahuannya. Jadi sewaktu mahasiswa terjun ke lapangan mahasiswa sudah
memiliki bekal dan siap mengaplikasikannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anak-hipospadia. (t.thn.). Dipetik Agustus 5, 2012, dari Scribd:
http://ml.scribd.com
Barbara J. Gruendemann
& Billie Fernsebner. (2005). Buku Ajar Keperawatan Perioperatif Vol. 2.
Jakarta: EGC.
Behrman, Kliegman,
& Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak ed. 15 Vol 3. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. (2009). Buku
Saku : Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Heffiner, L. J. (2005).
At a Glans Sistem Reproduksi Ed. 2. Boston: EMS.
Muscari, M. E. (2005). Panduan
Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed. 3 hal : 357. Jakarta : EGC.
Nanda. (2010). Diagnosis
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Ramali, Ahmad & K.
St. Pamoentjak. (2005). Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.
Schwartz, S. I. (2000).
Intisari Prinsip - prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Tjay, Tan Hoan &
Kirana Rahardja. (2007). Obat - Obat Penting. Jakarta: EMK Gramedia.
Terimakasih sudah mampir
BalasHapus