ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A
DENGAN SECTIO CAESAREA EX CHEPALO PELVIK
DISPROPORTION
DI RUANG IBS RS TUGUREJO SEMARANG
Disusun oleh:
1. Asrey
Fatmalasari Putri (10.5.006)
2. Evi
Armadani (10.5.024)
3. Evi
Puji Astuti (10. 5.026)
4. Nizar
Arfani (10.5.060)
5. Riski
Tri Ardian (10.5.064)
AKADEMI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA HUSADA
SEMARANG
2012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, taufiq serta hidayahNya
penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus kelompok Keperawatan
Medikal Bedah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny. A dengan Sectio
Caesarea ex Chepalo Pelvik Disproportion Di Ruang IBS RS Tugurejo Semarang”. Laporan
kasus ini dibuat sebagai tugas kelompok dan syarat untuk memenuhi nilai dari
praktek lapangan KMB II yang dilaksanakan sejak tanggal 9 januari 2012 sampai 18
februari 2012, pada akhir semester III.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara material maupun moril,
selama penulis melaksanakan praktik Keperawatan Medikal Bedah II sampai
selesainya pembuatan laporan ini.
Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1.
Ns. Rahayu Winarti, S.Kep selaku direktur Akademi
Keperawatan STIKES Widya Husada Semarang
2.
Ns. Dyah Restuning P, S.Kep selaku Dosen
Pembimbing Akademik STIKES Widya Husada Semarang
3.
Ibu Komaryatun selaku Kepala Bidang Keperawatan
RSUD Tugurejo Semarang
4.
Bapak Aris selaku Kepala Ruang Instalasi Bedah
Sentral RSUD Tugurejo Semarang
5.
Ibu Eka selaku pembimbing PKL di Instalasi
Bedah Sentral RSUD Tuggurejo Semarang
6.
Seluruh
staf RSUD Tugurejo Semarang yang telah
membantu selama praktik Keperawatan Medikal Bedah
7.
Co Ass anestesi Unnisulla (Catra O. Chrisandi,
Budi Istiawan, Prima Pribadi Agusta dan Henri Perwira Negara) yang telah
membantu dalam menjelaskan tentang obat-obat anestesi.
8.
Kedua orang tua yang telah membantu doa dan
materi sehingga laporan kasus ini dapat selesai dengan baik
9.
Teman-teman seangkatan yang telah ikut membantu
selama kegiatan praktik Keperawatan Medikal Bedah ini sampai selesai
10.
Pasien dan keluarga yang telah membantu
memberikan informasi
11.
Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak
bisa disebutkan satu persatu
Penulis
menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangannya. Maka dari
itu kritik dan saran dari para pembaca sangat penyusun harapkan demi
kesempurnaan laporan kami selanjutnya.
Akhir
kata semoga laporan kasus praktik Keperawatan Medikal Bedah II ini dapat memberi
pencerahan serta manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Semarang, Februari 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
I.2.Tujuan Pembuatan Makalah
BAB
II KONSEP DASAR
2.I. Pengertian Sectio Caesarea
2.2. Etiologi
2.3. Patofisiologi
2.4. Pathway Keperawatan
2.5.
Pemeriksaan Penunjang
2.6.
Komplikasi
2.7.
Pengkajian
2.8.
Diagnosa Keperawatan
2.9.
Fokus Intervensi, dan Rasional
2.10.
Penatalaksanaan
BAB
III TINJAUAN KASUS
3.I. Asuhan Keperawatan Pra Operatif di Kamar Bedah
3.2. Asuhan Keperawatan Intra Operatif di Kamar Bedah
3.3.
Asuhan Keerawatan Post Operatif di Kamar Bedah
BAB
IV PEMBAHASAN
BAB
V PENUTUP
4.1.
Kesimpulan dan Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Saat ini operasi Caesar menjadi trend karena
berbagai alasan. Dalam 20 tahun terakhir angka operasi Caesar meningkat pesat.
Operasi ini kadang-kadang terlalu sering dilakukan sehingga para kritikus
menyebutnya sebagai Panacea (obat mujarab) praktek kebidanan. Semakin modern
alat penunjang kesehatan, semakin baik obat-obat terutama antibiotik dan
tingginya tuntutan terhadap dokter, menunjang meningkatnya angka operasi Caesar
di seluruh dunia (Seno Adjie, 2002). Di Indonesia angka persalinan caesar di 12 Rumah Sakit
pendidikan antara 2,1 % – 11,8 %. Angka ini masih di atas angka yang diusul
oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1985 yaitu 10 % dari seluruh
persalinan Caesar nasional (Rahwan,2004). Di Propinsi Gorontalo, khususnya di
RS rujukan angka kejadian SC pada tahun 2008 terdapat 35 % dan meningkat
menjadi 38 % pada tahun 2009. (Profil Dikes Propinsi, 2009).
Ada
beberapa indikasi dari sectio caesarea, salah satunya adalah Chepalo Pelvik Disproportion (CPD). Panggul sempit didefinisikan
sebagai ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Berdasarkan uraian diatas, maka penyusun tertarik dan
termotivasi untuk menyusun Laporan Kasus Keperawatan Medikal Bedah II dengan
mengambil kasus berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Ny. A dengan Sectio Caesarea ex ChepaloPelvik Disproportion Di
Ruang IBS RSUD Tugurejo Semarang”.
1.2.Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui asuhan keperawatan pada klien
dengan sectio caesarea (Pre, Intra dan Post Operatif) di kamar bedah.
2. Tujuan khusus
a)
Memahami definisi
Sectio Caesarea.
b)
Mengetahui Etiologi,
Patofisiologi Sectio Caesarea.
c).Mengetahui Manifestasi klinik Sectio Caesarea.
d).Mengetahui
penatalaksanaan dalam Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Sectio Caesarea.
BAB II
KONSEP DASAR
2.1. Pengertian
Sectio caesarea adalah
pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding
uterus atau vagina atau suatu histerotomy
untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Dalam operasi caesar ada tujuh
lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu lapisan kulit, lapisan lemak, sarung
otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim, dan rahim. Setelah
bayi dikeluarkan, lapisan itu kemudian dijahit lagi satu-persatu, sehingga
jahitannya berlapis-lapis.
Sectio caesarea adalah suatu
persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin diatas 500 gram (Sarwono, 2005, hal. 133).
Sectio caesarea merupakan prosedur
bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui abdomen dan uterus (Liu,
2007, hal. 227)
Jenis-jenis operasi sectio caesarea :
1.
Abdomen (Sectio caesar abdominalis)
a.
Sectio caesarea Transperitonealis
·
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang
pada corpus uteri) dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada corpus uteri
kira-kira 10 cm.
Kelebihan
:
Mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan
komplikasi kandung kemih tertarik, sayatan bisa diperpanjang proksimal atau
distal.
Kekurangan
:
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal, karena tidak
ada reperitonealis yang baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih sering
terjadi rupture uteri spontan.
·
SC Ismika atau profundal (Low servical dengan
insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada
segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan
:
-
Penjahitan luka lebih mudah
-
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
-
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk
menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
-
Pendarahan tidak begitu banyak
-
Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih
kecil
Kekurangan :
-
Luka dapat melebar kekiri, kekanan, dan bawah, sehingga
dapat menyebabkan uteri pecah dan mengakibatkan banyak pendarahan
-
Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b.
Sectio Ekstra Peritonealis yaitu tanpa membuka
peritonium parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
2.
Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)
Menurut
sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukam sebagai berikut :
a.
Sayatan memanjang (Longitudinal)
b.
Sayatan Melintang (Transversal)
c.
Sayatan huru T (T insicion)
Ada dua jenis sayatan
operasi yang dikenal yaitu :
a.
Sayatan Melintang
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim. Sayatan
melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (shymphisisis) di atas
batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. Keuntungannya adalah parut
pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita rupture uteri (robek
rahim) di kemudian hari. Hal ini karena pada masa nifas, segmen bawah rahim
tidak banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih
sempurna (Kasdu, 2003, hal. 45)
b.
Sayatan Memanjang (SC klasik)
Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang
memberikan suatu ruang yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi, namun jenis
ini kini jarang dilakukan karena jenis ini labil, rentan terhadap komplikasi
(Dewi Y. 2007. Hal 4)
2.2.
Etiologi
1. Indikasi section caesarea
Indikasi
sectio caesarea (Cuningham, F Garry, 2005: 595)
a.
Riwayat sectio caesarea
Uterus yang memiliki jaringan
parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk melahirkan karena dikhawatirkan
akan terjadi rupture uteri. Resiko ruptur uteri meningkat seiring dengan jumlah
insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut melintang yang terbatas disegmen
uterus bawah , kemungknan mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada
kehamilan berikutnya. Wanita yang mengalami ruptur uteri beresiko mengalami
kekambuhan , sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan persalinan
pervaginam tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan
janin, american collage of obstetrician and ginecologistc (1999)
b.
Distosia persalinan
Distosia
berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan
persalinan, persalinan abnormal sering terjadi terdapat disproporsi antara
bagian presentasi janin dan jalan lahir, kelainan persalinan terdiri dari :
1) Ekspulsi (kelainan
gaya dorong)
Oleh
karena gaya uterus yang kurang kuat, dilatasi servik (disfungsi uterus) dan kurangnya
upaya utot volunter selama persalinan kala dua.
2)
Panggul sempit
3)
Kelainan presentasi, posisi janin
4)
Kelainan jaringan lemak saluran reproduksi yang menghalangi turunnya janin
c.
Gawat janin
Keadaan gawat janin bisa mempengaruhi
keadaan keadaan janin, jika penentuan waktu sectio caesarea terlambat, kelainan
neurologis seperti cerebral palsy dapat dihindari dengan waktu yang tepat untuk
sectio caesarea.
d.
Letak sungsang
Janin dengan presetasi bokong mengalami
peningkatan resiko prolaps tali pusat dan terperangkapnya kepala apabila
dilahirka pervaginam dibandingkan dengan janin presentasi kepala.
2.3. Patofisiologi
Amnion terdapat pada plasenta dan berisi
cairan yang didalamnya adalah sifat dari kantung amnion adalah bakteriostatik
yaitu untuk mencegah karioamnionistis dan infeksi pada janin. Atau disebut juga
sawar mekanik terhadap infeksi. Setelah amnion terinfeksi oleh bakteri dan
disebut kolonisasi bakteri maka janin akan berpotensi untuk terinfeksi juga
pada 25% klien cukup bulan yang terkena infeksi amnion, persalinan kurang bulan
terkena indikasi ketuban pecah dini daripada 10% klien persalinan cukup bulan
indikasi ketuban pecah dini akan menjadi tahap karioamnionitis (sepsis, infeksi
menyeluruh). Keadaan cerviks yang baik pada kontraksi uterus yang baik, maka
persalinan per vagina dianjurkan, tetapi apabila terjadi gagal induksi cerviks
atau induksi cerviks tidak baik, maka tindakan sectio caesarea tepat dilakukan
secepat mungkin untuk menghindari kecacatan atau terinfeksinya janin lebih
parah.
2.4.
Pathways Keperawatan
2.5.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui panggul sempit dapat
dilakukan pemeriksaan, diantaranya (Smeltzer 2001 : 339) :
1.
Darah rutin (mis
Hb)
2.
Urinalisis :
menentukan kadar albumin/glukosa
3.
Pelvimetri :
menentukan CPD
4.
USG abdomen
5.
Gula darah sewaktu
2.6.
Komplikasi
Komplikasi sectio caesarea mencakup
periode masa nifas yang normal dan komplikasi setiap prosedur pembedahan utama.
Kompikasi sectio caesarea (Hecker, 2001 ; 341)
a.
Perdarahan
Perdarahan
primer kemungkinan terjadi akibat kegagalan mencapai hemostasis ditempat insisi
rahim atau akibat atonia uteri, yang dapat terjadi setelah pemanjangan masa
persalinan.
b.
Sepsis sesudah pembedahan
Frekuensi
dan komplikasi ini jauh lebih besar bila sectio caesarea dilakukan selama
persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim. Antibiotik profilaksis
selama 24 jam diberikan untuk mengurangi sepsis.
c.
Cedera pada sekeliling stuktur
Beberapa
organ didalam abdomen seperti usus besar, kandung kemih, pembuluh didalam
ligamen yang lebar, dan ureter, terutama cenderung terjadi cedera. Hematuria
yang singkat dapat terjadi akibatterlalu antusias dalam menggunakan retraktor
didaerah dinding kandung kemih.
* Komplikasi Pada anak
* Komplikasi Pada anak
Seperti
halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea banyak
tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria.
Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra
natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 dan
7 %. (Sarwono, 1999).
2.7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dan perawatan
setelah dilakukan sectio caesarea (Cuningham, F Garry, 2005 : 614)
1. Perdarahan dari
vagina harus dipantau dengan cermat
2. Fundus uteri harus
sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi dengan kuat
3. Analgesia meperidin
75-100 mg atau morfin 10-15 mg diberikan, pemberian narkotik biasanya disertai
anti emetik, misalnya prometazin 25 mg
4. Eriksa aliran darah
uterus palingsedikit 30 ml/jam
5. Pemberian cairan
intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama setelah
pembedahan
6. Ambulasi, satu hari
setelahpembedahan klien dapat turun sebertar dari tempat tidur dengan bantuan
orang lain
7. Perawatan luka,
insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari keempat
setelah pembedahan
8. Pemeriksaan
laboratorium, hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk memastikan
perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia
9. Mencegah infeksi
pasca operasi, ampisilin 29 dosis tunggal, sefalosporin, atau penisilin spekrum
luas setelahjanin lahir
2.8. Pengkajian Fokus
Pengkajian
keperawatan Pra bedah di ruangan :
a.
Data Subyektif
1. Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.
a)
Pengertian tentang bedah yang dianjurkan
·
Tempat
·
Bentuk operasi yang harus dilakukan
·
Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat
dirumah sakit, keterbatasan setelah di bedah.
·
Kegiatan rutin sebelum operasi.
·
Kegiatan rutin sesudah operasi.
·
Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.
b) Pengalaman
Bedah Terdahulu
·
Bentuk, sifat, rontgen
·
Jangka waktu
2. Kesiapan Psikologis
Menghadapi Bedah
- Penghayatan-penghayatan
dan ketakutan-ketakutan menghadapi bedah yang dianjurkan.
- Metode-metode
penyesuaian yang lazim.
- Agama
dan artinya bagi pasien.
- Kepercayaan
dan praktek budaya terhadap bedah.
- Keluarga
dan sahabat dekat
- Dapat
dijangkau (jarak)
- Persepsi
keluarga dan sahabat sebagai sumber yang memberi bantuan.
3. Status Fisiologis
- Obat-obat
yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong
komplikasi-komplikasi pascabedah.
- Berbagai
alergi medikasi, sabun, plester.
- Penginderaan
: kesukaran visi dan pendengaran.
- Nutrisi
: intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia.
- Motor :
kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah orthopedi
yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal).
- Alat
prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
- Kesantaian
: bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan mengenai terbebas
dari nyeri setelah operasi.
b. Data Obyektif
- Pola
berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan
(cemas), kemampuan berbahasa Inggris.
- Tingkat
interaksi dengan orang lain.
- Perilaku
: gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk
(cemas).
- Tinggi
dan berat badan.
- Gejala
vital.
- Penginderaan
: kemampuan penglihatan dan pendengaran.
- Kulit :
turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
- Mulut :
gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
- Thorak
: bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas
dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca
bedah).
- Ekstremitas
: kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum bedah
vaskuler atau tubuh.
- Kemampuan
motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di tempat
duduk, koordinasi waktu berjalan.
Pengkajian pra bedah di kamar bedah :
a.
Pengkajian Psikososial
-
Perasaan
takut/cemas
-
Keadaan emosional
pasien
b.
Pengkajian Fisik
-
TTV
-
Sistem integumentum
: pucat, sianosis, adakah penyakit kulit di area badan
-
Sistem
kardiovaskuler
·
Apakah ada gangguan pada sisitem cardio ?
·
Validasi apakah pasien menderita penyakit
jantung ?
·
Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.
·
Kebiasaan merokok, minum alcohol
·
Oedema
·
Irama dan frekuensi jantung.
·
Pucat
-
Sistem pernafasan
·
Apakah pasien bernafas teratur ?
·
Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
-
Sistem
gastrointestinal : apakah pasien diare ?
-
Sistem reproduksi :
Apakah pasien mengalami menstruasi?
-
Sistem saraf :
kesadaran
-
Validasi persiapan
fisik pasien
·
Apakah pasien puasa ?
·
Lavement ?
·
Kapter ?
·
Perhiasan ?
·
Make up ?
·
Scheren / cukur bulu pubis ?
·
Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?
·
Validasi apakah pasien alaergi terhadap
obat ?
Pengkajian intra bedah di kamar bedah :
Hal-hal yang
dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total
adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi
lokal ditambah dengan pengkajian psikososial.
Secara garis
besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a.
Pengkajian mental
Bila pasien
diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat
menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan
agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
b. Pengkajian fisik
- Tanda-tanda
vital
(Bila
terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus
memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
- Transfusi
(Monitor
flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan
juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi).
- Infus
(Monitor
flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera diganti dan
juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse).
- Pengeluaran
urin
Normalnya
pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.
2.9. Diagnosa Keperawatan
A. Diagnosa
Umum (Doengoes, 2000)
a. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
b. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
c. Nyeri
akut berhubungan dengan proses pembedahan.
d. Resiko
injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-obatan
(penenang, analgesik) dan imobil terlalu lama.
e. Gangguan
pola nafas berhubungan dengan posisi klien (Brunnert dan suddart)
B. Diagnosa
Tambahan (Doengoes, 2000)
·
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan peningkatan produksi sekret.
·
Resiko retensi urine berhubungan dengan
anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang gerak.
·
Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami
informasi.
·
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang prosedur pembedahan.
·
Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi,
narkotika, ketidaseimbangan elektrolit.
·
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri.
·
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksoia, lemah, nyeri, mual.
·
Konstipasi berhubungan dengan efek
anaesthesi
2.10. Fokus Intervensi dan Rasional
a. Gangguan pola nafas
berhubungan dengan posisi klien
Tujuan : pola nafas klien
normal
Intervensi :
-
Kaji pola nafas klien (rasionalnya : mengetahui supali
oksigen)
-
Monitor TTV (apakah mengalami kenaikan)
-
Beri posisi kepala lebih tinggi dari kaki, semi fowler
(posisi nyaman, membantu pola nafas efektif)
-
Beri tarapi oksigen (membantu dalam suplai oksigen)
b. Kurang
volume cairan berhubungan dengan perdarahan (Doenges, 2000)
Tujuan : memenuhi kebutuhan cairan sesuai kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil : intake dan out put seimbang
Intervensi :
1) Observasi perdarahan (mengetahui jumlah darah yang keluar)
2) Monitor intake dan out put cairan
3) Monitor tanda-tanda vital (apakah mengalami kenaikan)
4) Kolaborasi pemberian cairan elektrolit sesuai program (memenuhi kebutuhan tubuh akan cairan elektrolit yang seimbang)
Tujuan : memenuhi kebutuhan cairan sesuai kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil : intake dan out put seimbang
Intervensi :
1) Observasi perdarahan (mengetahui jumlah darah yang keluar)
2) Monitor intake dan out put cairan
3) Monitor tanda-tanda vital (apakah mengalami kenaikan)
4) Kolaborasi pemberian cairan elektrolit sesuai program (memenuhi kebutuhan tubuh akan cairan elektrolit yang seimbang)
c. Resiko infeksi
berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (kulit tak utuh) (Nanda Nic
Noc, 2005)
Tujuan : tidak ada
tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, fungiolesa), jumlah leukosit dalam
batas normal
Intervensi :
-
Kaji lebar luka, kedalaman, panjang, warna,
panas/tidak, merah atau hitam
(mengetahui
seberapa besar resiko infeksi)
-
Inspeksi lebar luka/insisi bedah
-
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
panas
d. Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan efek anestesi
Tujuan : mengatasi masalah
gangguan pertukaran gas
Intervensi :
- Kaji status pernapasan secaraperiodik, catat adanya
perubahan pada usaha tingkatan hipoksia
- Auskultasi bunyi paru secara periodic, catat kualitas bunyi napas, wheezing, ekspirasi memanjang dan observasi kesimetrisan gerakan dada
- Kaji adanya sianosis
- Auskultasi irama dan bunyi jantung
- Bantu klien untuk beristirahat dengan menjaga ketenangan lingkungan
- Posisikan klien dalam posisi nyaman (fowler atau semi fowler)
- Ajarkan dan motivasi klien untuk melakukan pernapasanmulut/ bibir (pursed lip)
- Monitor keseimbangan intake dan output cairan
- Monitor saturasi oksigen (bila Pulse Oximetri ada)
- Auskultasi bunyi paru secara periodic, catat kualitas bunyi napas, wheezing, ekspirasi memanjang dan observasi kesimetrisan gerakan dada
- Kaji adanya sianosis
- Auskultasi irama dan bunyi jantung
- Bantu klien untuk beristirahat dengan menjaga ketenangan lingkungan
- Posisikan klien dalam posisi nyaman (fowler atau semi fowler)
- Ajarkan dan motivasi klien untuk melakukan pernapasanmulut/ bibir (pursed lip)
- Monitor keseimbangan intake dan output cairan
- Monitor saturasi oksigen (bila Pulse Oximetri ada)
e. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan
Tujuan : nyeri berkurang, pasien terlihat rileks
Intervensi :
-
Kaji tingkat, skala
nyeri
-
Beri posisi nyaman
(mengurangi nyeri)
-
Ajarkan teknik
relaksasi (mengurangi nyeri)
-
Beri kompres dingin
(mengurangi nyeri dan menghentikan pendarahan)
-
Kolaborasi pemberian obat
analgetik (mengurangi nyeri)
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A
DENGAN SECTIO CAESAREA
EX CPD DI IBS RS TUGUREJO SEMARANG
I.
Asuhan
Keperawatan Pre Operatif di Kamar Bedah
Timbang terima pasien dengan
petugas pengantar pasien :
Pada
tanggal 31 januari 2012, pukul 9.20 di IBS RS Tugurejo Semarang
1.
Biodata Pasien
a.
Nama :
Ny. A
b.
Umur :
32 tahun
c.
No. CM :
27. 63. 07
d.
Bangsal :
Boegenvil
e.
Dx. Medis :
CPD
f.
Tindakan Operasi : SC
g.
Jenis Anestesi :
Spinal Anestesi
h.
Kamar Operasi/Tgl :
OK 1/31 januari 2012
i.
Ceck list Pre Operatif tentang :
·
Gelang identitas :
Ada
·
Informent Consent : Ada
·
Pasien Puasa :
6 – 8 jam
·
Premedikasi :
Ondansentron 4mg/2ml (mengurangi mual)
·
Mandi keramas, Oral hygiene, kuku bersih
·
Acsesoris (gelang, kalung, gigi palsu, soft
lens) : Tidak ada
·
Make-up (lipstik, kitek kuku, eye shadow) :Tidak ada
·
Penyakit kronis menahun : Tidak ada
·
Catatan Alergi thd : tidak ada
2.
Definisi dan Pathways
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono,
2005, hal. 133).
Sectio
caesarea merupakan prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui
abdomen dan uterus (Liu, 2007, hal. 227).
Pathway : Lampiran
3.
Pengkajian
a.
Status Fisiologis : Baik Tingkat Kesadaran : Composmentis
b.
Status Psikososial :
Subyektif
:
·
Pasien / keluarga sering bertanya tentang
operasi (lamanya operasi, dokternya siapa)
·
Pasien mengatakan takut menghadapi operasi
Obyektif
:
·
Pasien kelihatan tegang
·
Kulit teraba dingin
·
Tremor atau gemetar
·
TD : 123/89 mmHg, N : 92 x/mnt, RR : 22 x/mnt, S
: 36’ C
Data
lain :
·
Hasil USG dan pelvimetri = CPD (pinggul sempit)
·
Hb :
15.5 g/dl
·
Gol darah : O
·
Gula darah sewaktu : 92
INTERVENSI
KEPERAWATAN
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia :32 thn
No
|
Dx.
Keperawatan
|
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
TT
|
||
Tujuan
dan KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
1.
|
Takut,
Cemas b/d kurangnya pengetahuan, ancaman kegagalan operasi
DS
:
-
Ps. Mengatakan takut menghadapi operasi
-
Ps/keluarga sering bertanya tentang operasi
DO
:
-
Ps. Kelihatan tegang
-
Kulit teraba dingin
-
Tremor atau gemetar
-
TD : 123/89 mmHg
-
N : 92 x/mnt
-
RR : 22 x/mnt
-
S : 36’ C
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 10 menit diharapkan takut,cemas ps.
Berkurang atau hilang dengan KH :
-
Ps. Terlihat rileks
-
Ps. Mengungkapkan cemas berkurang/hilang
-
TTV dalam batas normal
TD
: < 140/90 mmHg
N
: 60-90 x/mnt
S
: 36’-37’ C
RR
: 16-24 x/mnt
|
1.
Kaji tingkat kecemasan Ps. (berat, sedang, ringan)
2.
Kaji TTV
3.
Beri dukungan emosional
4.
Ajarkan teknik relaksasi (tarik nafas dalam, imajinasi dll)
5.
Beri pengetahuan tentang jalannya operasi sectio
|
-
Untuk
mengetahui tingkat kecemasan dan tepat cara memberikan asuhan keperawatan
-
Untuk mengetahui seberapa tingkat kecemasan ps.
-
membantu mengurangi kecemasan
-
Membantu mengurangi kecemasan
-
Agar ps. Mengetahui tentang jalannya operasi dan kecemasan pasien berkurang
|
|
IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn
No
Dx
|
Tanggal/
jam
|
Tindakan
Keperawatan
|
Respon
Pasien
|
TT
|
1
|
31
jan 2012
09.20
|
-
Mengkaji
tingkat kecemasan ps., Memberi ps. Dukungan emosional, Mengajarkan ps. Teknik
relaksasi (tarik nafas dalam), Memberi pengetahuan ke ps. Tentang jalannya
operasi sectio
|
S
: - ps. Mengatakan cemas menghadapi operasi berkurang
-
Ps. Kooperatif
-
Ps. Bertanya tentang lama nya operasi, dokternya siapa
O
: - Ps. Terlihat aktif bertanya
-
Ps. Terlihat melakukan teknik relaksasi nfas dalam
-
Ps. Tidak terlihat tremor
-
Kulit masih teraba dingin
-
TD : 123/89 mmHg
-
N : 92 x/mnt
-
S : 36’ C
-
RR : 22 x/mnt
|
|
EVALUASI
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn
No
|
Tanggal/jam
|
Evaluasi (SOAP)
|
TT
|
1
|
31
jan 2012
09.30
|
S
: - ps. Mengatakan cemas menghadapi operasi berkurang
-
Ps. Kooperatif
-
Ps. Bertanya tentang lama nya operasi, dokternya siapa
O
: - Ps. Terlihat aktif bertanya
-
Ps. Terlihat melakukan teknik relaksasi nfas dalam
-
Ps. Tidak terlihat tremor
-
Kulit masih teraba dingin
-
TD : 123/89 mmHg
-
N : 92 x/mnt
-
S : 36’ C
-
RR : 22 x/mnt
A :Masalah cemas, takut belum teratasi
P
: Lanjutkan intervensi Beri dukungan emosional, kaji TTV
|
|
II.
Asuhan
Keperawatan Intra Operatif di Kamar Bedah
A.
Pengkajian
1.
Subyektif : -
2.
Obyektif
Pasien
sadar dengan spinal anestesi :
·
Tidak ada batuk
·
Posisi pasien :
supinasi, kaki lebih rendah dari kepala
·
TD :
115/57 mmHg
·
RR :
24 x/menit
·
Nadi :
81 x/menit, S: 36’ C
·
Lebar luka :
15 cm, Horizontal
·
Lama Pembedahan :
15 menit
·
Jumlah pendarahan : 500 cc
Data lain
: pasien terlihat menangis, gemetar, menggigit bibir.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn
No
|
Dx.
Keperawatan
|
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
TT
|
||
Tujuan
dan KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
1.
|
Resiko
gangguan pola nafas b/d posisi klien
DS
:-
DO
:
-
Tidak ada batuk
-
posisi ps. Supinasi, kaki lebih rendah dari kepala
-
TD :115/57 mmHg
-
N : 81 x/mnt
-
S : 36’ C
-
RR : 24 x/mnt
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 menit diharapkan resiko gangguan
pola nafas dapat dihindari dengan KH :
-
Pola nafas pasien normal (16-24 x/mnt)
-
TTV dalam batas normal
TD
: < 140/90 mmHg
S
: 36’ – 37,5’ C
N
: 60-90 x/mnt
RR
: 16-24 x/mnt
|
-
Kaji pola nafas ps. (dalam, dangkal)
-
Monitor TTV
-
Beri ps. Posisi kaki lebih rendah dari kepala
-
Beri terapi O2
|
-
Untuk
mengetahui suplai oksigen sesuai kebutuhan
-
Untuk mengetahui adanya tanda-tanda kegawatan
-
Agar obat anestesi tidak mengalir ke otak, jantung, paru-paru
-
Memenuhi kebutuhan ps. akan O2
|
|
2.
|
Resiko
defisit volume cairan tubuh b/d Pendarahan
DS
:-
DO
:
-
Lebar luka 15 cm, horizontal
-
Jumlah darah : 500 cc
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 menit diharapkan intake dan
output cairan seimbang dengan KH :
-
Output (500cc) = Intake > 500cc
-
TTV dalam batas normal TD : 90-140 mmHg, S : 36-37’ C
N
: 60-90 x/mnt
RR
: 16-24 x/mnt
|
-
Observasi pendarahan
-
Monitor intake dan Output
-
Monitor TTV
-
Kolaborasi pemberian cairan elektrolit (RL, NaCl)
|
-
Untuk mengetahui banyak cairan yang keluar dan memberi cairan masuk
sesuai/seimbang dengan cairan yang keluar
-
Agar tidak terjadi defisit volume cairan
-
Untuk mengetahui tanda kegawatan
-
Menyeimbangkan cairan/darah yang keluar dengan cairan infuse RL dan NaCl
|
|
3
|
Resiko
infeksi b/d pertahanan primer tidak adekuat (kulit tak utuh, trauma jaringan,
insisi bedah)
DS
: -
DO
: terdapat luka bedah lebar 15 cm, horizontal
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 menit diharapkan resiko infeksi
dapat dicegah dengan KH :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, colour, kalor, fungiolesa) |
-
Kaji lebar luka, letak luka
-
Lakukan tindakan steril (desinfektan, memakai alat, baju steril)
|
-
Mengetahui besar/kecilnya resiko infeksi
-
Mencegah infeksi di daerah sekitar sayatan
|
|
IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn
No
Dx
|
Tanggal/jam
|
Tindakan
Keperawatan
|
Respon
Pasien
|
TT
|
1,
2, 3
|
31
jan 2012
09.30
09.32
09.34
09.36
09.40
09.47
09.52
|
-
Mengkaji Pola nafas klien
-
Memberi posisi supinasi (kaki lebih rendah dari kepala)
-
Memberi obat anestesi (antara lumbal 3 dan 4)
-
Memasang manset tensimeter di ekstremitas atas (sinistra)
-
Memasang alat pemantau HR dan saturasi O2 di ekstremitas atas (dekstra)
-
Memasang nassal kanul O2 3lt/mnt
-
Dokter, perawat mencuci tangan
-
Dokter, perawat mengenakan pakaian operasi steril
- Melakukan desinfektan di daerah abdomen
(yang akan dioperasi dengan iodyne)
-
Menyiram daerah desinfektan (yang telah diberi iodyne ) dengan NaCl
-
Memasang duk streril (mengelilingi) abdomen yang akan di sayat
-
Menyayat abdomen sampai 7 lapisan (lebar luka 15 cm, horizontal)
-
Mengeluarkan bayi
-
Mensuction darah yang sebelumnya diguyur NaCl 500 cc
-
Memberi cairan elektrolit NaCl (guyur)
-
Mengobservasi pendarahan
-
Memantau TTV
-
Memberi cairan elektrolit RL (guyur 200cc) dan obat sesuai kolaborasi :
*Oxytocin
1 A (drip)
*Bledstop
1 A(bolus)
*Efedrin
1 A (10 mg) + Aquabides 4 cc (IV)
*Ketorolac
3 x 30 mg (IV)
*Tramadol
3 x 100 mg (IV)
-
penutupan luka dengan dijahit
-
Menutup jahitan luka dengan kassa steril sebelumnya diberi iodyne
|
S
: -
O
: - TD :115/57 mmHg, RR :24 x/mnt, S : 36’ C, N ; 81 x/mnt
-
ps. terlihat terbaring dengan posisi supinasi, kaki lebih rendah dari kepala
-
terpasang O2 dengan nassal kanul 3 lt/mnt
-
jumlah pendarahan ; 500cc
-
terpasang infus NaCl 500cc
-
terpasang inf. RL (guyur 200cc)
-
Oxytocin 1 A (drip)
-
Bledstop 1 A (Bolus)
-
Efedrin 1 A (10 mg) + Aquabides 4 cc (IV)
-
Ketorolac 3 x 30 mg (IV)
-
Tramadol 3 x 100 mg ( IV)
-
Lebar luka 15 cm,horizontal (dijahit)
|
|
EVALUASI
Nama : Ny. A Usia : 32 thn
No CM : 67.23.07
No
Dx
|
Tanggal/jam
|
EVALUASI
(SOAP)
|
TT
|
1.
|
31
jan 2012
09.55
|
S
: -
O
:- - TD :115/57 mmHg, RR :24 x/mnt, S : 36’ C, N ; 81 x/mnt
-
ps. terlihat terbaring dengan posisi supinasi, kaki lebih rendah dari kepala
-
terpasang O2 dengan nassal kanul 2 lt/mnt
A
: Masalah resiko gangguan pola nafas teratasi sebagian
P
: Lanjutkan intervensi Beri terapi O2, Monitor TTV, dan posisi supinasi kaki
lebih rendah dari kepala
|
|
2.
|
09.55
|
S
: -
O
: - jumlah pendarahan ; 500cc
-
terpasang infus NaCl 500cc
-
terpasang inf. RL (guyur 200cc)
-
Oxytocin 1 A (drip)
-
Bledstop 1 A (Bolus)
-
Efedrin 1 A (10 mg) + Aquabides 4 cc (IV)
-
Ketorolac 3 x 30 mg (IV)
-
Tramadol 3 x 100 mg ( IV)
A
: Masalah resiko defisit volume cairan teratasi
P
: Lanjutkan intervensi Monitor intake dan output, dan kolaborasi pemberian
cairan elektrolit
|
|
3.
|
09.55
|
S
: -
O
: - Lebar luka 15 cm, horizontal (dijahit)
A
: Masalah resiko infeksi teratasi
P
: Lanjutkan intervensi lakukan tindakan steril (desinfektan dalam mengganti
balut)
|
|
III.
Asuhan
Keperawatan Post Operatif di Kamar Bedah
A.
Pengkajian
1.
Subyektif :
Ny. A mengatakan lega operasi sectio telah selesai
2.
Obyektif
·
TD :
121/68 mmHg
·
RR :
22 x/menit, N : 76 x/menit,
S : 36’ C
·
Lebar luka :
15 cm, horizontal
·
Lama operasi :
15 menit
·
Jumlah pendarahan : 500 cc
·
Posisi ps. :
supinasi, kaki lebih rendah dari kepala
3.
Standar score
BROMAGE SCORE
No
|
KRITERIA
|
Score
|
Score
|
1
|
Dapat mengangkat tungkai
bawah
|
0
|
|
2
|
Tidak dapat menekukan lutut
tetapi dapat mengangkat kaki
|
1
|
|
3
|
Tidak dapat mengangkat
tungkai bawah tetapi masih dapat menekuk lutut
|
2
|
|
4
|
Tidak dapat mengangkat
kaki sama sekali
|
3
|
|
Keterangan : Jika score <2 maka ps. dapat
dipindahkan ke ruangan
Kesimpulan : Ny. A tidak dapat menekkukan kedua
lututnya, tetapi mampu mengangkat kaki keduanya jadi score nya 1 dan bisa di
bawa ke ruangan.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
Nama : Ny. A Usia : 32 thn
No CM : 27.63.07
No
|
Dx. Keperawatan
|
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
TT
|
||
Tujuan dan KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
1.
|
Resiko injury b/d efek anestesi, immobilisasi,
Kelemahan fisik
DS : -
DO :- ps. dengan posisi supinasi, kaki lebih rendah
dari kepala
- ps. terlihat terbaring dengan spinal anestesi (ps.
sadar, ekstremitas bawah tidak bisa bergerak)
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 10
menit diharapkan resiko injury dapat dihindari dengan KH :
- Fisik kembali normal
- Ekstremitas bawah dapat mobilisasi kembali (
dengan score < 2)
|
- Anjurkan ps. untuk menggerak-gerakkan ekstremitas
bawah
- memasang penghalang samping bed
|
- Memperlancar peredaran darah, mempercepat mobilisasi
- mencegah resiko cidera (jatuh dari bed)
|
|
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : Ny. A Usia : 32 thn
No CM : 27.63.07
No Dx
|
Tanggal/jam
|
Tindakan Keperawatan
|
Respon Pasien
|
TT
|
1, 2
|
31 jan 2012
10.00
|
Di Recovery Room dilakukan tindakan sebagai berikut
:
- Memonitoring TTV
- Memasang nassal kanul O2 2 lt/mnt
- Memberi ps. posisi kaki lebih rendah dari kepala
(supinasi)
- Memasang pengaman samping bed
- Menganjurkan ps. untuk mengangkat kaki/menekkukan
lutut
- Mengkaji gerakan ekstremitas dengan Bromage Score
|
S :
O
: -- TD :121/68 mmHg, RR :22 x/mnt, S : 36’ C, N ; 76 x/mnt
-
ps. terlihat terbaring dengan posisi supinasi, kaki lebih rendah dari kepala
-
terpasang O2 dengan nassal kanul 2 lt/mnt
- terlihat ps. terbaring di bed dengan
penghalang di samping kanan kiri
-
ps. terlihat mencoba mengangkat kaki, dan bisa mengangkat kaki setelah ± 3
menit menggerak-gerakan ekstremitas bawah, namun belum dapat menekkukan lutut
(score 1)
|
|
EVALUASI
Nama : Ny. A Usia : 32 thn
No CM : 27.63.07
No
Dx
|
Tanggal/jam
|
EVALUASI
(SOAP)
|
TT
|
3.
|
10.10
|
S : Ps. kooperatif
O : ps. terlihat
mencoba mengangkat kaki, dan bisa mengangkat kaki setelah ± 3 menit
menggerak-gerakan ekstremitas bawah, namun belum dapat menekkukan lutut
(score 1)
A : Masalah resiko
injury teratasi (ps. dipindahkan ke ruangan)
P : Lanjutkan
intervensi (operkan kepada perawat ruangan) : untuk menggerak-gerakkan kaki,
memasang penghalang bed
|
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
Dalam
bab pembahasan ini penulis akan membahas permasalahan tentang Asuhan
Keperawatan pada ny. A dengan sectio
caesarea (pre,intra,post) ex CPD (Chepalo
Pelvik Disproportion/panggul sempit) di IBS RSUD Tugurejo Semarang.
Pembahasan
akan diuraikan sesuai masalah yang ditemukan dengan menggunakan pendekatan
konsep dasar yang mendukung. Penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang
muncul pada asuhan keperawatan antara teori dengan kasus yang penulis kelola.
Penulis akan membahas tentang diagnosa yang muncul, yang tidak muncul, serta
dukungan dan hambatan dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada ny. A selama
35 menit.
a.
Diagnosa yang muncul
1.
Cemas b/d situasi, ancaman pada konsep diri, kurangnya
pengetahuan
Kecemasan penulis ambil sebagai diagnosa
pertama kali sebelum menjalani operasi karena tindakan operasi dapat menaikkan
tingkat kecemasan pasien dan meningkatkan hormon pemicu stress (Ibrahim, 2006).
Perawatan pre operasi yang efektif dapat mengurangi resiko post operasi, salah
satu prioritasnya adalah mengurangi kecemasan pasien. Cemas merupakan reaksi
normal pasien terhadap ancaman pembedahan. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat kecemasan yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal antara lain jenis kelamin, usia, pekerjaan, tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi, dan tipe kepribadian sedangkan faktor eksternalnya
antara lain ancaman terhadap integritas biologis dan ancaman terhadap konsep
diri (Stuart and Sundeen, 1998).
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan
pada pre operasi didapatkan data subyektif yaitu pasien sering bertanya tentang
jalannnya operasi, dokter yang mengoperasi dan lamanya operasi. Dan data
obyektif yaitu pasien terlihat tremor atau bergetar, kulit teraba dingin,
pasien terlihat tegang, TD : 123/89 mmHg, N : 92 x/mnt, RR : 22 x/mnt, S : 36’
C.
Untuk mengatasi atau mengurangi tingkat
kecemasan pasien maka dilakukan intervensi dan implementasi yang tepat dan
sesuai. Implementasi yang kami lakukan adalah mengkaji tingkat kecemasan pasien,
apakah sedang, berat, ringan, lalu kami memberi pasien dukungan emosional,
mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam dan memberi pengetahuan tentang
jalannya operasi.
Dengan implementasi tersebut kami
mengevaluasi keadaan pasien dan didapat hasil masalah cemas teratasi sebagian
ditandai dengan pasien tidak lagi terlihat tremor, pasien melakukan teknik
relaksasi dengan tarik nafas dalam, pasien juga mengungkapkan cemas berkurang.
Tetapi kami tetap melanjutkan intervensi untuk tetap memberi dukungan emosional
serta mengkaji tanda tanda vital pasien.
2.
Resiko gangguan pola nafas b/d posisi klien.
Kami mengambil dan menjadikan diagnosa ini
sebagai diagnosa pertama pada intra operatif di kamar bedah karena, menurut
abraham maslow, kebutuhan dasar utama yang harus di penuhi adalah pola pernafasan.
Gangguan pola nafas adalah keadaan vital yang bila tidak segera di tangani akan
sangat beresiko besar bagi pasien.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan pada
pasien di dapatkan data obyektif sebagai berikut yaitu diketahui bahwa dilakukan
spinal anestesi pada pasien, dimana yang teranestesi adalah daerah sekitar
abdomen ke ekstremitas bawah. Posisi pasien disini sangat diperlukan sebab,
bila posisi pasien tidak dipertahankan yang terjadi adalah obat anestesi bisa
naik ke atas daerah sekitar jantung, paru-paru dan otak yang akan mengganggu
pola nafas pasien. Bila pola nafas pasien terganggu maka pasien tidak
mendapatkan suplai oksigen yang cukup sesuai kebutuhan, dan saraf-saraf juga
tidak mendapat oksigen, keadaan seperti ini bisa menyebabkan kelumpuhan sistem
saraf atau stroke.
Untuk menangani resiko gangguan pola nafas
maka implementasi yang kami lakukan adalah mengkaji pola napas klien, memberi
klien posisi yang lebih tinggi dari kaki, memonitor TTV, dan memberi terapi
oksigen.
Dengan implementasi tersebut, hasilnya
dapat diketahui masalah berhubungan dengan resiko gangguan pola nafas pasien
teratasi namun tetap melanjutkan intervensi untuk beri terapi oksigen, jaga
posisi pasien (kaki lebih rendah dari kepala), monitor TTV.
3.
Resiko defisit volume cairan b/d pendarahan
Resiko defisit volume cairan penulis angkat sebagai diagnosa prioritas
kedua karena selama proses pembedahan pasien banyak mengeluarkan darah, keadaan
itu akan mempengaruhi keseimbangan asam basa dalam tubuh (stewart). Cairan
elektrolit di dalam tubuh berfungsi sebagai proses metabolik dan mempercepat
proses penyembuhan.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan selama intra operasi
yaitu pendarahan pasien sebanyak 500 cc, maka perlu dikolaborasikan untuk
pemberian cairan elektrolit tambahan melalui IV (intra vena) seperti cairan
NaCl 0,9%, dan Ringer Laktat (RL).
Untuk mengurangi resiko defisit volume cairan intervensi dan
implementasi yang kami lakukan antara lain memonitor jumlah pendarahan,
memonitor TTV, mengkolaborasi cairan
elektrolit seperti infuse NaCl 0,9 % (500cc), infuse ringer laktat (guyur
200cc), oxytocin 1 A (drip), Bledstop 1 A (Bolus) untuk mengatasi pendarahan
selama kelahiran, Efedrin 1 A (10 mg) + aquabides 4 cc (IV) sebagai
bronkodilator, Ketorolac 3 x 30 mg (IV) sebagai anti inflamasi.
Dengan implementasi tersebut dapat diketahui hasilnya yaitu
masalah resiko defisit volume cairan dapat teratasi, dan perlu adanya
intervensi lanjut yaitu monitor jumlah pendarahan, monitor TTV.
4.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan
primer tidak adekuat (insisi bedah, kulit tak utuh, trauma jaringan)
Dalam melakukan operasi, teknik steril sangat diperlukan
untuk menghindari kemungkinan infeksi pada pasien karena terdapat jaringan
terbuka akibat insisi bedah.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan didapatkan data
antara lain lebar luka 15 cm, horizontal. Untuk mengurangi resiko infeksi yang
mungkin terjadi maka kami melakukan implementasi antara lain mengkaji luka
apakah terdapat tanda-tanda infeksi, menggunakan larutan desinfektan sebelum
melakukan insisi, menutup luka dengan jahitan agar kuman patogen dan non
patogen tidak masuk selama jaringan kulit terbuka, dan menutup jahitan dengan balut
(kassa steril) yang sebelumnya di beri larutan desinfektan (iodyne)
Dengan implementasi yang kami lakukan dapat diketahui
hasilnya yaitu masalah resiko infeksi teratasi, tetap lanjutkan intervensi
melakukan teknik steril (memberi desinfektan saat ganti balut).
5.
Resiko cidera b/d efek anestesi, immobilisasi, dan
kelemahan fisik
Sikap perawat dalam mendukung safety patient sangat diperlukan untuk menjamin keselamatan pasien
yang dirawat. Asuhan keperawatan ini bertujuan mencegah terjadinya kondisi
memburuk dan komplikasi melalui observasi.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan didapatkan data
antara lain posisi pasien supinasi (kaki lebih rendah dari kepala), pasien
terlihat terbaring dengan spinal anestesi (pasien sadar, ekstremitas bawah
tidak bisa bergerak).
Untuk mengurangi resiko cidera pada pasien maka kami
melakukan intervensi dan implementasi antara lain memberi penghalang samping
bed (kanan, kiri) pasien, menganjurkan pasien untuk menggerak-gerakkan
ekstremitas bawah.
Dengan implementasi tersebut dapat diketahui hasilnya yaitu
masalah resiko cidera teratasi pasien dapat dipindah ke ruangan ditandai dengan
pasien dapat mengangkat kaki tetapi belum dapat menekkukan lutut dan dikaji
dengan bromage score yaitu scorenya 1. Delegasikan keperawat ruangan untuk
tetap melanjutkan intervensi memberi penghalang bed samping.
b.
Dx yang tidak muncul
1.
Nyeri akut
2.
Gangguan eliminasi BAB
3.
Resiko kurang perawatan diri
4.
Gangguan pola tidur
5.
Resiko retensi urine
6.
Nausea
7.
Ketidakseimbangan nutri kurang dari kebutuhan
8.
Kerusakan mobilitas
9.
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Semua itu tidak kami angkat sebagai
diagnosa prioritas karena dalam pengkajian data yang kami lakukan tidak ada
batasan-batasan karakteristik yang memperkuat diagnosa tersebut. Diagnosa
tambahan tersebut akan muncul saat pasien berada di ruangan atau pasien dengan
general anestesi. Dan pasien yang kami kelola menggunakan spinal anestesi, jadi
diagnosa yang kami prioritaskan adalah cemas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan, resiko gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien, resiko
defisit volume cairan berhubungan dengan pendarahan, resiko infeksi berhubungan
dengan pertahanan primer tidak adekuat (insisi bedah, kulit tak utuh, trauma
jaringan) dan resiko cidera berhubungan dengan immobilisasi, efek anestesi.
c.
Dukungan dan hambatan
Keberhasilan
penulis dalam mencapai tujuan kepeperawatan tidak lepas dari faktor pendukung
yang ada selama melakukan asuhan keperawatan dalam waktu 35 menit, diantaranya
adalah :
1.
Kepercayaan yang diberikan oleh perawat klinik kepada
penyusun untuk melakukan perawatan pada
pasien selama 35 menit.
2.
Kepercayaan pasien terhadap kemampuan perawat dan sikap
kooperatif dari pasien selama tindakan keperawatan.
3.
Bimbingan oleh perawat dan penguji yang sangat membantu
dalam keefektifan prosedur pelaksanaan tindakan keperawatan.
Sedangkan faktor penghambat keberhasilan tindakan keperawatan
yang dihadapi penyusun adalah :
1.
Terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penyusun tentang
penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
2.
Kurang teliti dalam melakukan pegkajian dan menganalisa
data untuk memastikan intervensi yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3.
Kurang mendalami dalam melakukan pengkjian terhadap pasien
mengenai psikologis dan tingkat pengetahuan pasien tentang operasi
4.
Keterbatasan pengtahuan tentang cara pendokumentasian
tindakan keperawatan yang benar dan tepat
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. A dengan Sectio
Caesarea ex Chepalo Pelvik Disproportion di Ruang IBS RSUD Tugurejo Semarang”
dapat disimpulkan bahwa diagnosa yang muncul adalah cemas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan, situasi dan kegagalan operasi, resiko gangguan pola nafas
berhubungan dengan posisi pasien, resiko defisit cairan berhubungan dengan
perdarahan, resiko infeksi berhubungan dengan lebar luka pembedahan, resiko
cidera berhubungan dengan tempat (bed), dan resiko injury berhubungan dengan
efek anestesi dan immobilisasi. Pada tahap ini penulis menarik kesimpulan :
·
Hal-hal yang harus diperhatikan perawat dalam
penatalaksanaan pasien pre, intra, post operasi yaitu :
-
Sebelum operasi dilakukan perawat harus melakukan
pengkajian pre operatif awal, rencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan
kebutuhan pasien, perawat sebisa mungkin melakukan wawancara terhadap keluarga
pasien dan pastikan kelengkapan pemeriksaan pre operatif dan tentukan asuhan
keperawatan yang tepat dan sesuai. Sebelum operasi kasus yang banyak terjadi
adalah pasien mengalami kecemasan untuk itu sebagai perawat harus bisa memberi
dukungan emosional kepada pasien, dan mengkomunikasikan status emosional pasien
kepada tim-tim bedah.
-
Saat pelaksanaan operasi perawat harus memperhatikan
status emosional pasien dan memenuhi kebutuhan pasien akan suplai oksigen,
volume cairan tubuh, dan kemungkinan infeksi. Perawat harus bisa bertindak
cepat, tepat dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
-
Setelah dilakukan operasi, efek anestesi dapat
mempengaruhi sistem pernafasan dan sistem motorik pasien. Maka dari itu
pemantauan secara terus menerus diperlukan guna mengurangi resiko akan cidera
yang akan dialami pasien karena efek anestesi.
B.
Saran
Saran yang dapat penulis berikan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre, intra dan post sectio caesarea
di kamar bedah adalah :
1.
Bagi Perawat
Peningkatan pemahaman, pengetahuan dan
ketrampilan tentang teori dan prosedure asuhan keperawatan penting agar dapat
memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan yang dibutuhkan
klien maka dari itu perawat klinik di IBS perlu mengikuti sejumlah
pelatihan-pelatihan IBS.
2.
Bagi Akademik
Pengetahuan dalam tindakan asuhan
keperawatan di ruang bedah sangat diperlukan maka untuk akademik bisa menambah
jam-jam kuliah sperti kunjungan IBS sesering mungkin, agar mahasiswa dapat
menambah wawasan dan pengetahuannya. Jadi sewaktu mahasiswa terjun ke lapangan
mahasiswa sudah memiliki bekal dan siap mengaplikasikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson M. Judith. 2006.
Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC,
Edisi 7. Jakarta:EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Mochtar, Rustam. 1998. Synopsis Obstetric dan Ginekologi. EGC. Jakarta
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetric. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
http//:www.SC/sectio-caesarea.html
http// : www.SC/LP-Sectio-Caesarea.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar