BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Persalinan merupakan proses yang penting bagi seorang ibu. Secara
ilmiah dalam proses persalinan, ibu bersalin akan mengeluarkan banyak energi
dan mengalami perubahan – perubahan baik secara fisiologis dan psikologis
sehingga dukungan pada pada ibu bersalin sangat diperlukan. Persalinan adalah
suatu proses fisiologis yang memungkinkan terjadinya serangkaian perubahan
besar pada calon ibu untuk dapat melahirkan janinnya melalui jalan lahir. Ini
diidentifikasikan sebagai pembukaan serviks yang progresif, dilatasi atau
keduanya, akibat kontraksi rahim teratur yang terjadi sekurang – kurangnya
setiap lima menit dan berlangsung sampai 60 detik (Aprillia, 2010)
Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan
menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu atau janin. Keputusan yang
diambil untuk menolong, harus dipertimbangkan dengan hati – hati. Pertolongan
yang diberikan tidak hanya membawa keuntungan potensial, tetapi juga risiko
potensial. Kasus penanganan yang terbaik dapat berupa “observasi yang cermat” (Aprillia, 2010)
Asuhan keperawatan pasca persalinan diperlukan untuk
meningkatkan status kesehatan ibu dan anak. Peran perawat pada perawatan bayi
setelah lahir (menghisap lendir, perawatan tali pusat, menentukan apgar score,
memandikan bayi, menimbang berat badan (BB) mengukur panjang badan (PB),
lingkar kepala, serta lingkar dada bayi) sangat diperlukan (Nursalam, 2008) .
Kelahiran sekitar 6 – 10% adalah kurang bulan, yaitu terjadi
sebelum kehamilan tiga puluh tujuh minggu. Para ibu dengan kelahiran kurang
bulan sebagian besar berisiko mengalami satu atau beberapa faktor risiko
berikut ini. Penting diketahui bahwa banyak wanita dengan faktor risiko ini
yang tidak mengalami persalinan kurang bulan. Persalinan kurang bulan dapat
saja terjadi pada wanita yang tidak mempunyai faktor risiko (Penny
Simkin, Janet Whalley, & Ann Keppler)
Persalinan kurang bulan (premature) dapat terjadi ketika
belum memasuki minggu ke 37 atau tiga minggu sebelum hari perkiraan lahir. Penyebab
persalinan kurang bulan belum jelas. Presdisposisi terjadinya adalah ketuban
pecah sebelum waktunya, infeksi cairan ketuban, riwayat persalinan kurang
bulan, pembesaran uterus yang berlebihan, inkompeten serviks, AKDR in situ, penyakit sistemik ibu, kelainan
uterus atau hasil konsepsi (Sastrawinata, 2004) .
Indikasi persalinan kurang bulan salah satunya adalah ketuban
pecah dini (KPD) yaitu pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai persalinan
dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in
partu, sebagian besar ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih
dari 37 minggu, sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2008).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 menyebutkan
Angka Kematian Ibu di Indonesia 240/100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan
Indonesia, 2010; hal. 181). Sumber Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
menyebutkan pada tahun 2012 AKI di Indonesia sebesar 102/100.000 kelahiran dan
angka kematian bayi sebesar 23/1000 kelahiran hidup (Antara, 2013) . Penyebab AKI adalah perdarahan (28%),
eklampsia (12%), abortus (13%), sepsis (15%), partus lama (18%), dan penyebab
lainnya (2%) (Antara, 2013). Data dari Rumah Sakit Pantiwilasa Citarum jumlah
persalinan normal tahun 2013 sebesar 191 kasus (http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/02/16/mi9ugy-menkes-angka-kematian-ibu-melahirkan-masih-tinggi).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik dan
termotivasi untuk menyusun laporan Karya Tulis Ilmiah sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Keperawatan dengan mengambil
kasus berjudul “Asuhan Keperawatan pada
Ny. Ir dengan Post Partum Indikasi Ketuban Pecah Dini di Ruang Bougenvile RS
Pantiwilasa Citarum Semarang”.
B.
Tujuan
1. Tujuan umum
Meningkatkan ketrampilan, kemampuan mengetahui, dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
dengan persalinan spontan indikasi ketuban pecah dini di ruang Bougenvile Rumah
Sakit Pantiwilasa Citarum Semarang.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan persalinan
spontan indikasi ketuban pecah dini di Ruang Bougenvil Rumah Sakit Pantiwilasa
Citarum Semarang.
b. Mampu merumuskan intepretasi data yang meliputi data fokus
(data subyektif dan obyektif), masalah keperawatan beserta etiologinya pada
pasien dengan persalinan spontan indikasi ketuban pecah dini di Ruang Bougenvil
Rumah Sakit Pantiwilasa Citarum Semarang.
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
persalinan spontan indikasi ketuban pecah dini di Ruang Bougenvil Rumah Sakit
Pantiwilasa Citarum Semarang.
d. Mampu menyusun rencana tindakan asuhan keperawatan pada
pasien dengan persalinan spontan indikasi ketuban pecah dini di Ruang Bougenvil
Rumah Sakit Pantiwilasa Citarum Semarang.
e. Mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai rencana
keperawatan pada pasien dengan persalinan spontan indikasi ketuban pecah dini
di Ruang Bougenvil Rumah Sakit Pantiwilasa Citarum Semarang.
f. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan
persalinan spontan indikasi ketuban pecah dini di Ruang Bougenvil Rumah Sakit
Pantiwilasa Citarum Semarang.
C.
Manfaat
1.
Bagi
penulis
Penulis dapat
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan persalinan spontan indikasi
ketuban pecah dini, serta mendapat pengalaman yang nyata dalam melakukan
tindakan keperawatan secara komprehensif menggunakan metode proses asuhan
keperawatan dengan menerapkan ilmu yang didapatkan selama proses pembelajaran/pendidikan.
2.
Instansi
Kesehatan
Memberikan
gambaran tentang status kesehatan pasien dan meningkatkan kualitas pelayanan
asuhan keperawatan pada pasien di Ruang Bougenvile Rumah Sakit Pantiwilasa
Citarum Semarang.
3.
Instansi
Pendidikan
Menambah
pengetahuan dan pengalaman secara langsung dalam memberikan asuhan keperawatan
maternitas khususnya pada pasien dengan persalinan spontan indikasi ketuban
pecah dini di rumah sakit.
4.
Pasien
Dapat
menambah dan mengembangkan pengetahuan serta wawasan pasien tentang asuhan
keperawatan khususnya perawatan setelah post
partum.
D.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang diterapkan untuk menyajikan
gambaran singkat mengenai permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini,
terdiri dari lima bab antara lain :
Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan, sistematika penulisan dan manfaat
Bab II Tinjauan pustaka terdiri dari pengertian,
etiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan, asuhan keperawatan
Bab III Asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian,
analisa data, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan
Bab IV Pembahasan
BabV Kesimpulan dan saran
E.
Metode Penulisan
Penyusunan
karya tulis ini menggunakan metode deskriptif dalam bentuk studi kasus dengan
pendekatan proses keperawatan meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi
dan evaluasi. Teknik pengumpulan data dengan metode :
1. Observasi Partisipasif
Observasi
partisipasif adalah prosedur yang berencana antara lain meliputi melihat, dan
mencatat jumlah taraf aktifitas tertentu dan berhubungan dengan pasien.
2. Wawancara
Wawancara
adalah proses interaksi atau komunikasi secara langsung antara yang pewawancara
dengan pasien. Pengumpulan data dengan teknik ini dapat digunakan untuk
memperoleh data yang bersifat fakta. Penulis melakukan tanya jawab pada pasien
dan keluarga pasien untuk pengumpulan data subyektif.
3. Studi Dokumentasi
Dokumentasi
adalah sekumpulan catatan, penyimpanan dari catatan informasi dalam sistem
integrasi untuk penggunaan yang efisiensi dan mudah diterima. Dilahan, penulis
melihat dan mencatat rekam medik (RM) pasien.
4. Studi Kepustakaan
Studi
kepustakaan adalah metode pengumpulan data yang berasal dari literatur atau
bacaan yang digunakan untuk mendukung penyusunan penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
1. Post partum (masa
nifas)
a. Pengertian
Post partum
adalah masa sesudah peralihan dapat juga disebut masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah
persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6
minggu. Post partum adalah masa 6
minggu sejak bayi lahir sampai organ - organ reproduksi sampai kembali ke
keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2005:491).
Masa
nifas atau puerperium merupakan masa pemulihan
kembali alat reproduksi ke bentuk normal yang memerlukan waktu sekitar 6 minggu
(Manuaba, 2004:61).
Masa
nifas adalah masa pemulihan, mulai dari partus selesai sampai kembalinya alat -
alat kandungan seperti sebelum hamil. Lama masa nifas adalah 6 - 8 minggu.
Masyarakat Indonesia menyebutnya periode 40 hari (Aprillia, 2010:123).
Masa nifas (puerperium)
adalah masa pemulihan yang dibutuhkan selama 6 - 8 minggu untuk kembalinya alat
reproduksi ke keadaan seperti sebelum hamil.
b. Perubahan
Fisiologis
Menurut
Aprillia (2010:123) dan Bobak (2005:493) terdapat proses penting dalam masa
nifas antara lain :
1) Adaptasi
sistem reproduksi yaitu :
a) Involusi corvus uteri
dan tempat plasenta
Involusi
merupakan proses kembalinya alat - alat genital (internal dan eksternal) ke
keadaan semula seperti sebelum hamil. Setelah bayi dilahirkan, fundus uteri (puncak rahim) kira - kira
berjarak setinggi tali pusat. Namun setelah plasenta keluar, tinggi fundus uteri menjadi kurang lebih dua
jari (2 cm) di bawah tali pusat.
Uterus/rahim
menyerupai buah advokat gepeng, berukuran panjang sekitar 15 cm, lebar 12 cm,
dan tebal 10 cm. Dinding uterus
bertambah 5 cm, dan pada bekas implantasi plasenta menjadi lebih tipis daripada
bagian lain. Pada hari ke 5 pascapersalinan, uterus menjadi kurang lebih
setinggi 7 cm berada di atas simfisis (tulang
rawan pertemuan antara tulang panggul bagian depan kanan dan kiri, tepatnya
tempat tumbuhnya rambut di vagina, atau setengah simfisis dengan pusat).
Setelah
plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta menjadi tidak beraturan dan
permukaannya kasar dan menonjol kedalam kavum
uteri (kantung rahim). Tonjolan berdiameter 7.5 cm tersebut sering dikira
plasenta yang tertinggal. Setelah dua minggu, diameternya berkurang menjadi 3.5
cm dan pada enam minggu mencapai 2.4 mm. Pada saat uterus tahap gravidus aterm (kehamilan cukup bulan)
beratnya kira - kira 1000 g. Satu minggu pascabersalin ukurannya berubah
menjadi sekitar 500 g, dua minggu pascabersalin menjadi 300 g, dan setelah enam
minggu pascabersalin menjadi 40 - 60 gr (berat uterus normal adalah sekitar 30
g). Perubahan ini berhubungan erat dengan perubahan miometrilium (otot lapisan tengah dari rahim) yang bersifat proteolisis (mengerut, hancur sendiri).
Hasil dari proses ini dialirkan melalui pembuluh getah bening. Otot - otot
uterus berkontraksi segera setelah melahirkan. Pembuluh darah yang berada di
antara anyaman otot - otot uterus akan terjepit. Proses ini juga akan
menghentikan pendarahan.
Perubahan
pada endometrium (lapisan otot rahim
paling dalam, tempat implantasi janin maupun plasenta) adalh timbulnya trombosis (darah dalam pembuluh vena), degenerasi (munculnya sel - sel baru),
dan nekrosis (kematian jaringan) di
tempat implantasi plasenta. Hari pertama pasca bersalin, tebal endometrium 2 - 5 mm dengan permukaan
yang kasar. Hari ke tiga, permukaan endometrium
mulai rata akibat pelepasan sel dibagian yang berdegenerasi. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa - sisa sel
desidua basalis, dan ini memakan
waktu 2 - 3 minggu. Pelepasan jaringan berdegenerasi ini berlangsung lengkap
sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas tempat implementasi
plasenta. Ligamen - ligamen dan diafraghma pelvis
serta fasia (panggul) meregang sewatu kehamilan dan partus. Setelah bayi lahir, tiga bagian ini berangsur menyusut
seperti semula. Tidak jarang ligamentum
rotundum (otot yang menjaga rahim tetap berdiri tegak) menjadi setelah
persalinan, dan sampai dua hari pascabersalin jumlahnya akan semakin sedikit.
b) Kontraksi
uterus
Intensitas
kontraksi uterus meningkat 1 - 2 jam post
partum, aktifitas uteri menurun secara halus dan cepat kemudian stabil.
Kontraksi uterus ini akan menjadi pembuluh darah uterus sehingga perlahan dapat
berhenti. Rasa sakit (after pain)
mulas - mulas yang disebabkan karena kontraksi rahim berlangsung 2 - 4 hari post partum, perlu diberikan pengertian
pada ibu tentang hal ini, bila terlalu mengganggu dapat diberikan analgetik
anti spasmolitik.
c)
Afterpains
Pada primipara, tonus
uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan
kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri
yang bertahan sepanjang masa awal puerpenium. Rasa nyeri setelah melahirkan, di
tempat uterus terlalu teregang (misalnya, pada bayi besar, kembar). Menyusui
dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya
merangsang kontraksi uterus.
d) Lokhea
Lokhea
adalah secret yang berasal dari kavum
uteri yang dikeluarkan melalui vagina yang terdiri sel - sel darah tua dan
bakteri, sifatnya alkalis dan berbau amis dalam keadaan normal. Berdasarkan
warna dan komposisinya lokhea dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu :
(1) Lokhea
rubra, timbul pada hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan berisi darah
segar dan sisa - sisa selaput ketuban, sel - sel desidua, vertikoasiosa,
lanugo, dan mekonium.
(2) Lokhea
serosa, timbul pada hari ketiga sampai hari ketujuh berisi serum, selaput
lendir leukosit dan kuman - kuman yang sudah mati, berwarna kecoklatan tidak
mengandung darah.
(3) Lokhea
alba, timbul pada hari ketujuh sampai keempat belas berisi selaput lendir, leukosit
serta kuman yang sudah mati berwarna kekuning - kuningan berbau amis. Lokhea
alba ini dapat keluar terus 2 sampai 6 minggu setelah melahirkan. Apabila salah
satu lokhea terjadi lebih lama dari yang disebutkan diatas kemungkinan
tertinggalnya plasenta akan selaput janin dan adanya infeksi jalan lahir.
e) Serviks
dan vagina
Setelah
persalinan bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna merah
kehitaman, konsistensi lunak kadang - kadang terjadi perlukaan - perlukaan
kecil. Setelah bayi lahir tangan masih bisa masuk kedalam ringga rahim, setelah
2 jam dapat dilalui 2 - 3 jam jari dan setelah 7 hari hanya dilalui 1 jari.
Vagina yang sulit diregangkan pada waktu persalinan, lambat laun mencapai
ukuran yang normal, edema dan gerakan - gerakan pada permukaan luarnya akan
kembali dalam waktu 3 minggu.
f) Topangan
otot panggul
Struktur penopang
uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan dan masalah
ginekologi dapat timbul dikemudian hari. Jaringan penopang dasar panggul yang
terobek atau teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai enam bulan
untuk kembali ke tonus semula. Istilah relaksasi panggul berhubungan dengan
pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini
terdiri atas uterus, dinding vagina posterior atas, uretra, kandung kemih, dan
rektum. Walaupun relaksasi dapat terjadi pada setiap wanita, tetapi biasanya
merupakan komplikasi langsung yang timbul terlambat akibat melahirkan.
2) Adaptasi
Sistem Endokrin
a) Hormon
plasenta
Selama
periode post partum, terjadi
perubahan hormon yang besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan
signifikan hormon - hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan
hormon human placental lactogen (hPL),
estrogen dan kortisol serta placental
enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula
darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar estrogen dan
progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta kelua, kadar terendahnya
dicapai kira - kira satu minggu post
partum. Penurunan kadar estrogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan
diuresis cairan ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.
b) Hormon
hipofisis dan Fungsi ovarium
Kadar prolaktin meningkat
secara progresif sepanjang masa hamil. Kadar prolaktin tetap meningkat sampai
minggu keenam setelah melahirkan untuk wanita menyusui. Kadar prolaktin serum
dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui dan bayak
makanan tambahan yang diberikan. Perbedaan individual dalam kekuatan menghisap
kemungkinan juga mempengaruhi kadar prolaktin.
3) Adaptasi
Sistem Urinarius
a) Komponen
urine
Glikosuria ginjal yang
diinduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada ibu menyusui
merupakan hal yang normal. BUN (blood
urea nitrogen), yang meningkat selama masa post partum, merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi.
Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan
proteinuria ringan selama satu sampai dua hari setelah wanita melahirkan.
b) Diuresis
post partum
Ibu mulai membuang
kelebihan cairan yang tertimbun di jaringan dalam 12 jam setelah melahirkan.
Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil
ialah diaforesis luas, terutama pada malam hari selama dua sampai tiga hari
pertama setelah melahirkan. Diuresis post
partum yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan
tekanan vena pada tungkai bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat
kehamilan, merupakan mekanisme lain tubuh untuk mengatasi kelebihan
cairan. Kehilangan cairan melalui
keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan berat badan sekitar
2.5 kg selama masa post partum.
c) Uretra
dan kandung kemih
Trauma bisa terjadi
pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi
melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan
edema, seringkali disertai daerah - daerah kecil hemoragi. Kombinasi trauma
akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir dan
efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Rasa nyeri
pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau
episiotomi menurunkan atau mengubah refleks berkemih. Penurunan berkemih, seiring
diuresis post partum bisa menyebabkan
distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah
wanita melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa
menghambat uterus berkontraksi dengan baik.
4) Adaptasi
Sistem Pencernaan
a) Nafsu
makan
Ibu biasanya lapar
segera setelah melahirkan, sehingga boleh mengkonsumsi makanan ringan. Setelah
pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa
sangat lapar.
b) Motilitas
Penurunan tonus dan
motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi
lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus
dan motilitas ke keadaan normal.
c) Defekasi
Buang air besar secara
spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan.
Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot menurun selama proses persalinan
dan pada awal masa post partum, diare
sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi.
5) Adaptasi
Sistem Kardiovaskuler
a) Volume
darah
Perubahan volume darah
tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan
dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis).
Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat,
tetapi terbatas. Hipervolemia yang diakibatkan kehamilan menyebabkan ibu bisa
menoleransi kehilangan darah saat melahirkan. Ibu kehilangan 300 sampai 400 ml
darah sewaktu melahirkan bayi tunggal pervaginam.
b) Curah
jantung
Denyut jantung, volume
sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang masa hamil. Setelah wanita
melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60
menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba
kembali ke sirkulai umum. Nilai ini meningkat pada semua jenis kelahiran atau
semua pemakaian konduksi anestesia (Bowes, 1991). Data mengenai kembalinya
hemodinamika jantung secara pasti ke kadar normal tidak tersedia, tetapi nilai
curah jantung normal ditemukan, bila pemeriksaan dilakukan 8 sampai 10 minggu
setelah wanita melahirkan.
c) Tanda
- tanda vital
Perubahan
tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan normal. Peningkatan
kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat
timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan.
Fungsi pernapasan kembali ke fungsi saat wanita tidak hamil pada bulan keenam
setelah wanita melahirkan. Setelah rahim kosong, diafragma menurun, aksis
jantung kembali normal, dan impuls titik maksimum dan EKG kembali normal.
6) Komponen
Darah
a) Hematokrit
dan hemoglobin
Selama
72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar
daripada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan peningkatan sel
darah merah dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ketiga sampai
hari ketujuh pascapartum. Tidak ada
SDM yang rusak selama masa pascapartum,
tetapi semua kelebihan SDM akan menurun secara bertahap sesuai dengan usia SDM
tersebut. Waktu yang pasti kapan volume SDM kembali sebelum hamil tidak
diketahui, tetapi volume ini berbeda dalam batas normal saat dikaji 8 minggu
setelah melahirkan.
b) Hitung
Sel Darah Putih
Leukositosis
normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12.000/mm². Selama 10 sampai 12 hari
pertama setelah bayi, nilai leukosit antara 20.000 dan 25.000/mm² merupakan hal
yang umum. Neutrofil merupakan sel darah putih yang paling banyak. Keberadaan
leukositosis disertai peningkatan normal laju endap merah dapat membingngkan
dalam menegakkan diagnosis infeksi akut selama ini.
c) Faktor
Koagulasi
Faktor-faktor
pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat selama masa hamil dan tetap
meningkat pada awal puerperium.
Keadaan hiperkoagulasi, yang bisa diiringi kerusakan pembuluh darah dan
imobilitas, mengakibatkan peningkatan resiko tromboembolisme, terutama setelah wanita melahirkan secara sesaria.
Aktivitas fibrinolitik juga meningkat selama beberapa hari pertama setelah bayi
lahir.
d) Varises
Varises
ditungkai dan di sekitar anus (hemoroid)
sering dijumpai pada wanita hamil varises, bahkan varises vulva yang jarang
dijumpai, akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir. Operasi varises tidak
dipertimbangkan selama masa hamil. Regresi total atau mendekati total
diharapkan terjadi setelah melahirkan.
7) Sistem
Neurologi
Perubahan
neurologis selama puerperium
merupakan kebalikan adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan
disebabkan trauma yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan. Rasa tidak
nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah wanita
melahirkan. Eliminasi edema fisiologis melalui diuresis setelah bayi lahir
menghilangkan sindrom carpal tuntel.
Nyeri kepala memerlukan pemeriksaan yang cermat. Lama nyeri kepala bervariasi
dari satu sampai tiga hari sampai beberapa minggu, tergantung pada penyebab dan
efektivitas pengobatan.
8) Sistem
Muskuloskeletal
Adaptasi
sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara
terbalik pada masa pascapartum.
Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi.
2. Ketuban
Pecah Dini (KPD)
Ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan
ditunggu satu jam belum terjadi in partu.
Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm diatas 37 minggu,
sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2001:221).
Ketuban
pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum awitan persalinan (Hamilton, 2009:391).
Ketuban
pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum ada tanda - tanda inpartu, dan setelah ditunggu selama
satu jam belum juga mulai ada tanda - tanda inpartu.
Ketuban pecah dini merupakan kondisi pecahnya ketuban pada fase laten dan dapat
menyebabkan infeksi asenden intrauterin
(Manuaba, 2004:72)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum ada tanda persalinan.
Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian
ketuban pecah dini” (periode laten). Kondisi ini merupakan penyebab terbesar persalinan
premature dengan segala akibatnya (Yulaikhah, 2008:116).
Ketuban pecah dini adalah rupture
kantung air (RKK) yang terjadi sebelum awitan persalinan, dan setelah
ditunggu satu jam belum ada tanda - tanda persalinan.
B.
Etiologi
Penyebab
ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan ditentukan secara pasti.
Banyak faktor berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor - faktor
mana yang lebih berperan sulit diketahui. Menurut Hamilton (2009:391) dan
Manuaba (2004) antara lain:
1. Persalinan
prematur
2. Korioamionitis
terjadi dua kali sebanyak KPD
3. Malposisi
atau malpresentasi janin
4. Kerusakan
serviks disebabkan oleh faktor antara lain : pemakaian alat – alat pada serviks
sebelumnya (misal : aborsi terapeutik, LEEP dan sebagainya); peningkatan
paritas yang memungkinan kerusakan serviks selama kelahiran sebelumnya;
inkompetensi serviks
5. Riwayat
KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih
6. Berhubungan
dengan berat badan ibu (misal : kelebihan berat badan sebelum kehamilan; penambahan
berat badan yang sedikit selama kehamilan)
7. Merokok
selama kehamilan
8. Usia
ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat daripada ibu muda
9. Riwayat
hubungan seksual baru – baru ini.
10. Multiparitas
11. Hidramnion
12. Kelainan
letak : sungsang atau lintang
13. Chepalo Pelvik
Disproportion (CPD)
14. Kehamilan
ganda
15. Pendular
abdomen (perut gantung)
Menurut
Nugroho (2011:3) terdapat beberapa faktor risiko dari ketuban pecah dini antara
lain inkompetensi serviks (leher rahim), polihidramnion
(cairan ketuban berlebih), riwayat ketuban pecah dini sebelumnya, kelainan atau
kerusakan selaput ketuban, kehamilan kembar, trauma, serviks (leher rahim) yang
pendek (<25 mm) pada usia kehamilan 23 minggu, dan infeksi pada kehamilan
seperti bakterial vaginosis.
C.
Patofisiologi
Kolagen
terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibrolas, jaringan retikuler korion dan
trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem
aktivitas dan inhibisi interleukin - 1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada
infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktivitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion/amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan. Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai
berikut : selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat dari kurangnya jaringan
ikat dan vaskularisasi sehingga bila terjadi pembukaan serviks maka selaput
ketuban akan sangat lemah dan mudah untuk pecah dengan respon mengeluarkan air
ketuban.
D.
Manisfestasi
Klinik
Tanda gejala menurut
Nadesul (2001), Hidayat, Asri (2009:14), dan Nugroho (2011:3) yang harus
diwaspadai selama kehamilan adalah :
1. Keluarnya
cairan merembes melalui vagina (kemaluan).
2. Timbul
sebelum rasa mulas – mulas tanda dari awal persalinan.
3. Cairan
ketuban menjadi berwarna putih keruh mirip air kelapa, mungkin juga sudah
berwarna kehijauan.
4. Kontraksi
≥ 4x/jam (dapat dirasa sebagai nyeri abdomen, rasa kencang, nyeri, kram
menstruasi, atau rekaan pada vagina) (Sinclair, 2009)
5. Aroma
air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.
6. Jika
duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
“mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.
7. Demam,
bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
merupakan tanda – tanda infeksi yang terjadi.
8. Keluar
air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit –
sedikit atau sekaligus banyak.
9. Dapat
disertai demam bila sudah ada infeksi.
10. Janin
mudah diraba.
11. Pada
pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering.
12. Inspekulo,
tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban
sudah kering.
E.
Komplikasi
Komplikasi
menurut Hidayat, Asri (2009:17) dan Nugroho (2011:7) paling sering terjadi pada
ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress
pernapasan, yang terjadi pada 10 - 40% bayi baru lahir. Risiko infeksi
meningkat pada kejadian ketuban pecah dini. Semua ibu hamil dengan ketuban
pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang padakorion dan
amnion). Kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada ketuban
pecah dini.
Risiko
kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban pecah dini preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada
ketuban pecah dini preterm.
Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila ketuban pecah dini preterm terjadi
pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu. Komplikasi lainnya adalah infeksi intrauterin, tali pusat menumbung,
prematuritas, distosia.
F.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pasien dengan indikasi ketuban pecah dini menurut Hamilton (2009:391), Hidayat,
Asri (2009:17) dan Nugroho (2011:7) antara lain :
1. Pencegahan
a. Obati
infeksi gonokokus, klamidia, dan vaginosis bakterial.
b. Diskusikan
pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung usaha untuk mengurangi atau
berhenti.
c. Motivasi
untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil.
d. Anjurkan
pasangan agar menghentikan koitus pada trimester terakhir bila ada faktor
presdisposisi.
2. Panduan
mengantisipasi : jelaskan kepada pasien yang memiliki riwayat berikut ini saat
prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila ketuban pecah.
a. Kondisi
yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan prolaps tali pusat
a. Letak
kepala selain verteks
b. Polihidramnion
b. Herpes
aktif
c. Riwayat
infeksi streptokus beta hemolitikus sebelumnya
3. Bila
ketuban telah pecah
a. Anjurkan
pasien untuk pergi ke rumah sakit atau klinik
b. Catat
terjadinya ketuban pecah
1) Lakukan
pengkajian secara seksama. Upayakan mengetahui waktu terjadinya pecah ketuban.
2) Bila
robekan ketuban tampak kasar :
1) Saat
pasien berbaring telentang, tekan fundus untuk melihat adanya semburan cairan
dari vagina
2) Basahi
kapas apusan dengan cairan dan lakukan pulasan pada slide untuk mengkaji ferning di
bawah mikroskop
3) Sebagian
cairan diusap ke kertas Nitrazene. Bila positif, pertimbangkan uji diagnostik
bila pasien sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual, tidak ada perdarahan,
dan tidak dilakukan pemeriksaan per vagina menggunakan jeli K-Y
3) Bila
pecah ketuban dan/atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas, lakukan
pemeriksaan spekulum steril.
1) Kaji
nilai Bishop serviks ( lihat nilai bishop )
2) Lakukan
kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi.
3) Dapatkan
spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang dipulaskan pada slide untuk mengkaji ferning di bawah mikroskop.
4) Bila
usia tingkat gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit herpes Tipe 2, rujuk ke dokter.
4. Penatalaksanaan
konservatif
a. Kebanyakan
persalinan dimulai dalam 24 – 72 jam setelah ketuban pecah.
b. Kemungkinan
infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan ke vagina, kecuali
spekulum steril; jangan melakukan pemeriksaan vagina.
c. Saat
menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat.
1) Ukur
suhu tubuh empat kali sehari ; bila suhu meningkat secara signifikan, dan/atau
mencapai 38º C, berikan 2 macam antibiotik dan pelahiran harus diselesaikan.
2) Observasi
rabas vagina : bau menyengat, purulen atau tampak kekuningan menunjukkan adanya
infeksi.
3) Catat
bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan perubahan apapun.
5. Penatalaksanaan
agresif
a. Jel
prostaglandin atau Misoprostol (meskipun tidak disetujui penggunaannya) dapat
diberikan setelah konsultasi dengan dokter
b. Mungkin
dibutuhkan rangkaian induksi Pitocin bila serviks tidak berespon
c. Beberapa
ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak ada tanda, mulai
pemberian Pitocin
d. Berikan
cairan per IV, pantau janin
e. Peningkatan
risiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif
f. Bila
pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk diinduksi, kaji
nilai Bishop setelah pemeriksaan spekulum. Bila diputuskan untuk menunggu
persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan yang dilakukan, baik manipulasi dengan
tangan maupun spekulum, sampai persalinan dimulai dan induksi dimulai
g. Periksaan
hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan pada hari
berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi
h. Lakukan
NST (nonstress test) setelah ketuban
pecah ; waspada adanya takikardia janin yang merupakan salah satu tanda infeksi
i.
Mulai induksi setelah
konsultasi dengan dokter bila :
a. Suhu
tubuh ibu meningkat signifikan
b. Terjadi
takikardi janin
c. Lochea tampak
keruh
d. Iritabilitas
atau nyeri tekan uterus yang signifikan
e. Kultur
vagina menunjukan streptokus beta hemolitikus
f. Hitung
darah lengkap menunjukkan kenaikan sel darah putih
6. Penatalaksanaan
persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah
a. Persalinan
spontan
1) Ukur
suhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila ada demam
2) Anjurkan
pemantauan janin internal
3) Beritahu
dokter spesialis obstetri dan spesial anak atau praktisi perawat neonatus
4) Lakukan
kultur sesuai panduan
b. Induksi
persalinan
1) Lakukan
secara rutin setelah konsultasi dengan dokter
2) Ukur
suhu tubuh setiap 2 jam
3) Antibiotik
: pemberian antibiotik memiliki beragam panduan, banyak yang memberikan 1 – 2 g
ampisilin per IV atau 1 – 2 g mefoxin per IV setiap 6 jam sebagai profilaksis.
G.
Pemeriksaan
Penunjang
Menurut Nugroho
(2011:6) dan Hidayat (2009:16) pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan
indikasi ketuban pecah dini adalah :
1. Pemeriksaan
laboratorium
Cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar
dari vagina kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina
ibu hamil pH : 4 - 5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
Dilakukan pula tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis), pH air ketuban 7 - 7.5,
darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu. Tes pakis
(mikroskopik), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
2. Pemeriksaan
ultrasonografi (USG)
Bertujuan untuk melihat
jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Ketuban pecah dini yang jumlah
cairannya sedikit, sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak dan caranya, namun pada umumnya
KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.
H.
Pengkajian
Pengkajian post partum menurut Morton (2005:518,522),
Nurbaeti, Irma et. (2013:37) merupakan tindakan mengevaluasi adanya perubahan
fisiologis dan psikologis pada ibu yang terjadi pada saat tubuhnya kembali ke
keadaan sebelum hamil. Pengkajian yang dilakukan antara lain :
1.
Riwayat kesehatan
Riwayat
kesehatan dengan cara mengumpulkan data - data tentang respons pasien terhadap
kelahiran bayinya serta penyesuaian selama masa post partum. Pengkajian awal mulai dengan review prenatal dan
intranatal meliputi :
a.
Komplikasi antepartum
b.
Lamanya proses
persalinan dan jenis persalinan
c.
Lamanya ketuban pecah
dini
d.
Adanya episiotomi dan
laserasi
e.
Respon janin pada saat
persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilai APGAR)
f.
Pemberian anestesi
selama proses persalinan dan kelahiran
g.
Medikasi lain yang
diterima selama persalinan atau periode immediate
post partum
h.
Komplikasi yang terjadi
pada periode immediate post partum
(seperti atonia uteri, retensi plasenta)
Pengkajian
ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor resiko yang signifikan yang
merupakan faktor presdisposisi terjadinya komplikasi post partum.
2.
Pengkajian status
fisiologis maternal
Untuk
mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post partum, banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu
termasuk Breast (payudara), Uterus
(rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder (kandung kemih), Lochea (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower Extremity (ekstremitas bawah), dan Emotion (emosi).
3.
Pengkajian fisik
Pengkajian fisik yang
dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan - perubahan pada tubuh pasien.
a.
Payudara
Inspeksi adanya infeksi
puting, perdarahan atau kusta. Palpasi payudara harus terasa lembut, tidak ada
nyeri tekan. Kondisi Nipple apakah
puting susu flat, inverted atau exverted. Normalnya puting susu tegak, exverted dan menonjol, latch-on. Namun, banyak terdapat ibu
yang mengalami pembengkakan payudara karena peningkatan vaskularitas payudara
yang terjadi sebagai persiapan untuk laktasi. Payudara membengkak menjadi
besar, keras dan biasanya nyeri. Apabila ada area kemerahan dan hangat dapat
dipastikan terjadi mastitis.
b.
Abdomen/Uterus
Setelah melahirkan
abdomen terasa lunak, tonus otot kurang, tetapi tonus otot tersebut akan
kembali seperti sebelum hamil setelah 6 minggu post partum. Pengkajian uterus meliputi tonus uterus, posisi dan
tinggi fundus uteri dengan melakukan palpasi. Pasien diminta untuk mengosongkan
kandung kemih sebelum pengkajian untuk akurasi data dan posisi kepala datar
dengan posisi supine.
1)
Pada sekitar satu jam
pasca persalinan, fundus teraba keras(boggy)
setinggi umbilikus.
2)
Fundus uteri terus
turun ke panggul sekitar 1 cm atau satu ruas jari per hari dan harus tidak bisa
dipalpasi (non palpable) oleh
pemeriksa pada 10 hari pasca melahirkan.
Selain
itu, perlu dikaji affterpains (uterine cramping) dan melakukan
intervensi menurunkan nyeri sesuai kebutuhan. Pasien atau anggota baru dapat
diajarkan untuk menilai kekerasan uterus dan cara untuk melakukan massage uterus agar uterus keras (boggy) atau mencegah perdarahan yang
berlebihan.
c.
Fungsi gastrointestinal
Penilaian fungsi
gastrointestinal sangat penting pada semua pasien post partum terutama bagi pasien setelah seksio.
Pengkajian fungsi
gastrointestinal meliputi :
1)
Inspeksi abdomen :
adanya distensi
2)
Auskultasi bising usus
3)
Palpasi abdomen :
adanya distensi, neyri tekan, rigditas dan diastasis rektus abdominis
4)
Perkusi untuk
menentukan ada dan lokasi gas
5)
Kaji adanya flatus dan
warna, konsistensi tinja
6)
Kaji adanya mual dan
muntah
Pengkajian dilakukan dua kali
sehrai sampai fungsi gastrointestinal normal. Fungsi gastrointestinal bisa
mengalami perlambatan terutama pada ibu yang mengalami pembedahan (seksio
sesaria) dan dilakukan anestesi. Pemberia laktasif atau pencahar yang diperlukan
untuk mengobati sembelit dan meringankan ketidaknyamanan perineum saat buang
air besar.
d.
Pemeriksaan diatasis
rektus abdominis
Diastasis
rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus abdominis akibat pembesaran
uterus. Jika dipalpasi, regangan ini menyerupai celah memanjang dari prosessus xiphoideus ke umbilikus
sehingga dapat diukur panjang dan lebarnya. Diastasis ini tidak dapat menyatu
kembali seperti sebelum hamil tetapi dapat mendekat dengan memotivasi ibu
melakukan senam nifas. Pemeriksaan diastasis rektus abdominis dilakukan dengan
meminta ibu untuk tidur terlentang tanpa batal dan mengangkat kepala, tidak
diganjal. Kemudian palpasi abdomen dari bawah prossesus xiphoideus ke umbilikus kemudian ukur panjang dan lebar
diastasis.
e.
Fungsi kandung kemih
Pengkajian keluaran
urine pada ibu post partum untuk
mengidentifikasi potensial kesulitan berkemih. Berkemih yang pertama harus
diukur. Pengkajian buang air kecil dan fungsi kandung kemih meliputi :
1)
Kembalinya buang air
kecil, yang harus terjadi dalam waktu 6 sampai 8 jam setelah melahirkan
2)
Jumlah urine selama
kurang lebih 8 jam setelah melahirkan. Pasien harus mengeluarkan minimal 150 ml
setiap kali berkemih, kurang dari 150 ml setiap kali berkemih dapat
mengidikasikan adanya retensi urin karena penurunan tonus kandung kemih
pascabersalin (tanpa adanya preeklampsia atau masalah kesehatan yang
signifikan)
3)
Tanda dan gejala
infeksi saluran kemih (ISK)
4)
Kandung kemih harus nonpalpable di atas simfisis pubis.
f.
Tipe dan jenis lokhea
Mengkaji lokhea selama periode
post partum meliputi :
1)
Saturasi satu pad penuh
lokhea dalam waktu kurang dari satu jam, aliran lokhea yang terus menerus atau
adanya bekuan darah besar adalah indikasi komplikasi yang serius (misalnya :
adanya sisa plasenta, perdarahan) dan harus diselidiki secepatnya.
2)
Bila terjadi
peningkatan jumlah yang signifikan dari lokhea meskipun fundus keras mungkin
menunjukkan adanya luka gores di jalan lahir, yang hars segera diatasi.
3)
Lokhea berbau busuk
biasanya menunjukkan infeksi dan perlu ditangani sesegera mungkin
4)
Lokhea harus ada
perubahan dari lokhea rubra ke serosa ke alba. Setiap perkembangan dari
perubahan dapat dianggap abnormal dan harus dilaporkan
g.
Perinium dan anus
Pengkajian perinium dan
anus harus dilakukan setiap 4 jam untuk 24 jam pertama pasca melahirkan dan
setiap 8 - 12 jam sampai pasien pulang. Perawat harus menginspeksi perinium
dengan posisi ibu miring dan menekuk kaki ke arah dada.
h.
Episiotomi/perinium
REEDA adalah singkatan
yang sering digunakan untuk menilai kondisi episiotomi atau laserasi perinium.
REEDA singkatan (Redness/kemerahan,
Edema/edema, Ecchymosis/ekimosis, Discharge/keluaran, dan Approximate/perlekatan). Kemerahan
dianggap normal pada episiotomi dan luka namun jika ada rasa sakit yang
signifikan, diperlukan pengkajian lebih lanjut. Selanjutnya, edema berlebihan
dapat memperlambat penyembuhan luka. Penggunaan kompres es (icepacks) selama periode pasca melahirkan umumnya disarankan.
i.
Lower
extremity (ekstremitas bawah)
Ekstremitas harus
dikaji sensai, kekuatan, edema, nyeri
dan tanda - tanda tromboembolisis pada periode immediate post partum. Untuk
mengkaji Deep Vein Thrombosis (DVT),
ekstremitas bawah diperiksa adanya panas, merah, menyakitkan atau pembengkakan.
Mengkaji DVT dengan menggunakan tanda homan (dorsofleksi kaki), rasa sakit yang
muncul saat dilakukan tanda homan menunjukkan adanya DVT. Namun, kini hal
tersebut kontraindikasi untuk menggunakan tanda homan untuk mengkaji DVT karena
tindakan ini dapat melepas gumpalan, pijat kaki juga harus dihindari.
4.
Pengkajian status
nutrisi
Pengkajian awal status
nutrisi pada periode post partum
didasarkan pada data ibu saat sebelum hamil dan berat badan saat hamil, bukti
simpanan besi yang memadai (Misal : konjungtiva) dan riwayat diet yang adekuat
atau penampilan. Perawat juga perlu mengkaji beberapa faktor komplikasi yang
memperburuk status nutrisi, seperti kehilangan darah yang berlebih saat persalinan.
5.
Pengkajian tingkat
energi dan kualitas istirahat
Perawat harus mengkaji
jumlah istirahat dan tidur, dan menanyakan apa yang dapat dilakukan ibu untuk
membantunya meningkatkan istirahat selama ibu di rumah sakit. Ibu mungkin tidak
bisa mengantisipasi kesulitan tidur setelah persalinan.
6.
Emosi
Emosi merupakan elemen
penting dari penilaian post partum.
Pasien post partum biasanya menunjukkan gejala dari ”baby blues” atau “postpartum
blues” ditunjukan oleh gejala menangis, lekas marah, dan kadang - kadang
insomnia. Postpartum blues disebabkan
oleh banyak faktor, termasuk fluktuasi hormonal, kelelahan fisik, dan
penyesuaian peran ibu. Ini adalah bagian normal dari pengalaman post partum.
Namun, jika gejala ini berlangsung lebih lama dari beberapa minggu atau jika
pasien post partum menjadi nonfungsional
atau mengungkapkan keinginan untuk menyakiti bayinya atau diri sendiri, pasien
harus diajari untuk segera melaporkan hal ini pada perawat, bidan atau
dokter.
7.
Pengkajian nyeri
Selama periode post
partum, sangat penting untuk menilai rasa nyeri pasien dengan mempertimbangkan
tingkat nyeri yang dapat diterima pasien. Pengkajian nyeri pada semua area
tubuh, termasuk kepala, dada, payudara, punggung, kaki, perut, uterus, perinium
dan ekstremitas. Posisi selama persalinan dapat menyebabkan ketidaknyamanan otot,
dan sakit kepala dapat menunjukkan hipertensi gestasional.
8.
Masalah seksio sesaria
Pasien dengan riwayat
seksio sesaria memerlukan beberapa pengkajian tambahan selama periode post
partum, termasuk status insisi (sayatan), nyeri, pernafasan, paru - paru dan
bising usus.
I.
Diagnosa
Keperawatan
Menegakkan
diagnosa ketuban pecah dini (KPD) menurut Hidayat (2009:15), Joseph (2010: 187)
dan Nugroho (2011:4) secara tepat sangat penting. Diagnosa yang positif palsu
berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal. Diagnosa
yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko
infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Diagnosa
ketuban pecah dini (KPD) ditegakkan dengan cara :
1. Anamnese
Pasien
merasakan basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba -
tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna
keluarnya cairan tersebut, his belum teratur atau belum ada, dan belum ada
pengeluaran lendir darah.
2. Inspeksi
Pengamatan
dengan mata biasa, akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru
pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3. Pemeriksaan
dengan spekulum
Pemeriksaan
menggunakan spekulum pada pasien dengan ketuban pecah dini akan tampak keluar
cairan dari ostium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,
fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau mengadakan manuver
valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari
ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
4. Pemeriksaan
dalam
Tidak didapatkan cairan
dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi didalam vagina. Pemeriksaan dalam
vagina dengan toucher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan
yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Sewaktu
pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan
flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi
patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan jika ketuban pecah dini yang
sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi
sedikit mungkin
Diagnosa keperawatan
pada pasien postpartum diantaranya (Herdman, 2009) :
1. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis,
edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
2. Ketidak efektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan,
pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan,
struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
3. Risiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh
komplikasi fisik dan emosional.
4. Resiko ketidakefektifan koping individu berkaitan perubahan emosional yang
tidak stabil pada ibu
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
6. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
7. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
kecukupan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
J.
Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan
trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
Tujuan : Mengidentifikasi dan menggunakan
intervensi untuk mengatasi
ketidaknyamanan.
ketidaknyamanan.
Intervensi Keperawatan :
a.
Tentukan adanya,
lokasi, dan sifat ketidaknyamanan.
Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan khusus dan intervensi
yang tepat.
b.
Inspeksi perbaikan
perineum dan epiostomi.
Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan
terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
c.
Berikan kompres es
pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah kelahiran.
Rasional : Memberi anestesia lokal, meningkatkan vasokonstriksi, dan
mengurangi edema dan vasodilatasi.
d.
Berikan kompres panas
lembab (misalnya ; rendam duduk / bak mandi)
Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi
dan nutrisi pada jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
e.
Anjurkan duduk dengan
otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.
Rasional : Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stres dan
tekanan langsung pada perineum.
f.
Kolaborasi dalam
pemberian obat analgesik 30-60 menit sebelum menyusui.
Rasional : Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpain
paling hebat karena pelepasan oksitosin.
2.
Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan,
pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang
proses/situasi menyusui, mendemonstrasikan teknik efektif dari menyusui,
menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain.
Intervensi Keperawatan :
a.
Kaji pengetahuan dan
pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan
mengembangkan rencana perawatan.
b.
Tentukan sistem
pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga.
Rasional : Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk
pengalaman menyusui dengan berhasil.
c.
Berikan informasi,
verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan
putting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor–faktor yang memudahkan
atau mengganggu keberhasilan menyusui.
Rasional : Membantu menjamin supli susu adekuat, mencegah putting pecah dan
luka, memberikan kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusui.
d.
Demonstrasikan dan
tinjau ulang teknik – teknik menyusui
Rasional : Posisi yang tepat biasanya mencegah luka putting, tanpa
memperhatikan lamanya menyusu.
e.
Identifikasi
sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi ; misalnya ; progam
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Rasional : Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien
dan nutrisional.
3.
Risiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh
komplikasi fisik dan emosional
Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan
tentang menjadi orang tua, mendiskusikan peran menjadi orang tua secara
realistis, secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan
tepat, mengidentifikasi sumber-sumber.
Intervensi Keperawatan :
a.
Kaji kekuatan,
kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan sumber pendukung dan latar
belakang budaya.
Rasional : Mengidentifikasi faktor – faktor risiko potensial dan
sumber-sumber pendukung, yang mempengaruhi kemampuan klien/pasangan untuk
menerima tantangan peran menjadi orang tua.
b.
Perhatikan respons
klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua.
Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi
orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat.
c.
Evaluasi sifat dari
menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang pernah dialami klien/pengalaman
selama kanak-kanak.
Rasional : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran
orang tua mereka sendiri menjadi model peran.
d.
Tinjau ulang catatan
intrapartum terhadap lamanya persalinan, adanya komplikasi, dan peran pasangan
pada persalinan.
Rasional : Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara menurunkan
energi fisik dan emosional yang perlu untuk mempelajari peran menjadi ibu dan
dapat secara negatif mempengaruhi menyusui.
e.
Evaluasi status fisik
masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi pranatal, intranatal, atau
pascapartal.
Rasional : Kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi, atau
adanya komplikasi ibu dapat mempengaruhi kondisi psikologis klien.
f.
Evaluasi kondisi bayi
; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai indikasi.
Rasional : Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak
seperti bayi yang diharapkan.
g.
Pantau dan
dokumentasikan interaksi klien/pasangan dengan bayi.
Rasional : Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih sayang bermakna pada
pertama kali ; selanjutnya, mereka dikenalkan pada bayi secara bertahap.
h.
Anjurkan
pasangan/sibling untuk mengunjungi dan menggendong bayi dan berpartisipasi
terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin.
Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa.
i.
Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi terhadap
masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif diantara klien/pasangan dan
bayi tidak terjadi.
Rasional : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan ketidakefektifan
koping memerlukan perbaikan melalui konseling, pemeliharaan atau bahkan
psikoterapi yang lama.
4.
Risiko ketidakefektifan koping individual berhubungan dengan krisis
maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua (atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis
maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua (atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis
Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon
emosional, mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi,
mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebuuhan.
Intervensi Keperawatan :
a.
Kaji respon emosional
klien selama pranatal dan dan periode intrapartum dan persepsi klien tentang
penampilannya selama persalinan.
Rasional : Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan
peran feminin dan keunikan fungsi feminin serta adaptasi yang positif terhadap
kelahiran anak, menjadi ibu, dan menyusui.
b.
Anjurkan diskusi oleh
klien / pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran.
Rasional : Membantu klien / pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas
realitas dari pengalaman fantasi.
c.
Kaji terhadap gejala
depresi yang fana (" perasaan sedih " pascapartum) pada hari ke-2
sampai ke-3 pascapartum (misalnya ; ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi
yang buruk, dan depresi ringan atau berat).
Rasional : Sebanyak 80 % ibu - ibu mengalami depresi sementara atau
perasaan emosi kecewa setelah melahirkan.
d.
Evaluasi kemampuan
koping masa lalu klien, latar belakang budaya, sistem pendukung, dan rencana
untuk bantuan domestik pada saat pulang.
Rasional : Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk mengatasi stres.
e.
Berikan dukungan
emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien mempelajari peran baru
dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir.
Rasional : Keterampilan menjadi ibu / orang tua bukan secara insting tetapi
harus dipelajari.
f.
Anjurkan pengungkapan
rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu – raguan tentang kemampuan
menjadi orang tua
Rasional : Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area masalah secara
realistis dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan profesional yang tepat.
g.
Kolaborasi dalam
merujuk klien/pasangan pada kelompok pendukungan menjadi orang tua, pelayanan
sosial, kelompok komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung.
Rasional : Kira - kira 40 % wanita dengan depresi pascapartum ringan
mempunyai gejala – gejala yang menetap sampai 1 tahun dan dapat memerlukan
evaluasi lanjut.
5.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
Tujuan : Mengidentifikasi penilaian untuk
mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota
keluarga baru, melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat.
Intervensi Keperawatan :
a.
Kaji tingkat kelelahan
dan kebutuhan untuk istirahat.
Rasional : Persalinan atau kelahiran yang lam dan sulit, khususnya bila ini
terjadi malam, meningkatkan tingkat kelelahan.
b.
Kaji faktor-faktor,
bila ada yang mempengaruhi istirahat.
Rasional : Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan relaksasi dan
menurunkan rangsang.
c.
Berikan informasi
tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setelah kembali ke rumah.
Rasional : Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan bayi
lebih awal serta tidur siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
d.
Berikan informasi
tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI.
Rasional : Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI,
dan penurunan refleks secara psikologis.
e.
Kaji lingkungan rumah,
bantuan dirumah, dan adanya sibling dan anggota keluarga lain.
Rasional : Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur lebih banyak
dirumah sakit untuk mengatasi kekurangan tidur dan memenuhi kebutuhannya.
6.
Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber.
Tujuan : Mengungkapkan berhubungan dengan
pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan individu, hasil yang diharapkan,
melakukan aktivitas / prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan-alasan untuk
tindakan.
Intervensi Keperawatan :
a.
Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan,
dan tingkat kelelahan klien.
Rasional : Terhadap hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk
melakukan tanggung jawab tugas dan aktifitas-aktifitas perawatan diri/perawatan
bayi.
b.
Kaji kesiapan klien
dan motivasi untuk belajar.
Rasional : Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman positif bila
penyuluhan yang tepat untuk membantu pertumbuhan ibu, maturasi, dan kompetensi.
c.
Berikan informasi
tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal dan higiene, perubahan
fisiologis.
Rasional : Membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan
penyembuhan, dan berperan pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan
emosional.
d.
Diskusikan kebutuhan
seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi.
Rasional : Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenai ketersediaan
metoda kontrasepsi dan kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum
kunjungan sebelum kunjungan minggu ke-6.
7.
Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan kecukupan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, memungkinkan
tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan.
Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk
melaksanakan tugas-tugas yang mengarah pada kerja sama dari anggota keluarga
baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya
kemajuan dan adaptasi.
Intervensi Keperawatan :
a.
Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain.
Rasional : Perawat dapat membantu memberikan pengalaman positif di rumah
sakit dan menyiapkan keluarga terhadap pertumbuhan melalui tahap – tahap
perkembangan.
b.
Anjurkan partisipasi
seimbang dari orang tua pada perawatan bayi.
Rasional : Fleksibilitas dan sensitifitasi terhadap kebutuhan keluarga
membantu mengembangkan harga diri dan rasa kompeten dalam perawatan bayi baru
lahir setelah pulang.
c.
Berikan bimbingan
antisipasi mengenai perubahan emosi normal berkenaan dengan periode
pascapartum.
Rasional : Membantu menyiapkan pasangan untuk kemungkinan perubahan yang
mereka alami, menurunkan stres dan meningkatkan koping positif.
d.
Berikan informasi
tertulis mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk anak-anak (sibling) tetang
bayi baru.
Rasional : Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi perasaan akan
kemungkinan penggantian atau penolakan.
e.
Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok orang tua pascapartum di
komunitas.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang membesarkan anak dan
perkembangan anak.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A.
Pengkajian
Pengkajian dilakukan
pada tanggal 27 agustus 2013 pukul 08.10 WIB, di Ruang Bougenvil/III oleh Asrey
Fatmalasari Putri.
1.
Identitas
Pasien Ny. Ir dengan no
RM 480567 masuk pada tanggal 26 agustus 2013 pukul 06.30 WIB. Berusia 24 tahun,
beragama islam, pendidikan terakhir SMA, bekerja sebagai pegawai swasta yang
beralamat di kedungmundu ini memiliki suami Tn. M yang berusia 27 tahun, beragama
islam, pendidikan terakhir SMA juga bekerja sebagai pegawai swasta dan
beralamat di kedungmundu.
2.
Riwayat
Kesehatan
a. Keluhan
utama : Ny. Ir mengatakan perut terasa
nyeri (perut bawah)
b. Riwayat
kesehatan sekarang : pada tanggal
26 agustus 2013 sejak subuh (pukul 04.00 WIB) Ny. Ir merasakan perutnya kenceng
- kenceng, lalu oleh keluarga Ny. Ir dibawa ke bidan tempat biasa periksa.
Bidan Ny. Ir dirujuk ke Rumah Sakit Pantiwilasa Citarum dengan alasan untuk
diberi obat penguat janin, namun setibanya di rumah sakit (06.30 WIB) melalui
RPP (ruang penerimaan pasien) keluar air ketuban merembes (KPD), usia kehamilan
8 bulan (± 32 minggu) his 3x/menit lamanya 45 detik. Ny. Ir mendapat terapi
infus RL 20 tpm selama di VK (ruang bersalin). Saat ini Ny. Ir dirawat di ruang
Bougenvil/III dengan keluhan nyeri di daerah abdomen bawah (kuadran 3 - 4)
dengan skala nyeri 5, nyeri tiba - tiba muncul saat duduk/bergerak dengan
durasi 3 - 7 detik, nyeri terasa seperti diremas, saat terasa nyeri Ny. Ir
terlihat mengusap - usap perut.
c. Riwayat
Kesehatan Dahulu : Ny. Ir
mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit, dan Ny. Ir juga mengatakan
tidak memiliki riwayat penyakit seperti asma, hipertensi, DM dll.
d. Riwayat
Kesehatan Keluarga : Ny. Ir
mengatakan didalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti
asma, hipertensi, DM dll
e. Riwayat
Ginekologi : menarche pada usia 13
tahun, siklus menstruasi Ny. Ir teratur dengan siklus 28 hari lama haid Ny. Ir
7 hari dan jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali haid sebanyak ± 250 ml (2
- 3 kali ganti pembalut)/hari. G1 P1 A0 .
HPHT : 27 desember 2012
HPL : 3 september 2013
Masalah selama
kehamilan pada trimester I adalah mual dan muntah sedangkan pada trimester II
dan trimester III tidak ada masalah.
f. Status
Obstetri : nifas hari ke 2, P1
A0
No
|
Tipe Persalinan
|
BBL
|
Keadaan Bayi saat
Lahir
|
Umur anak
|
Komplikasi Nifas
|
1.
|
Spontan
|
2300
gr
|
Tidak
ada kelainan
|
1
hari
|
Perdarahan
|
g. Masalah
Persalinan Sekarang : tidak ada
masalah
h. Riwayat
Persalinan Sekarang : partus spontan
i.
Riwayat KB : belum ada
j.
Rencana KB : belum ada
3.
Kebutuhan
Dasar Khusus
a. Pola
Nutrisi : Ny. Ir mengatakan
selama hamil makan 3 - 4 kali/hari dengan porsi banyak, minum ± 9 - 10
gelas/hari (± 1000 ml), nafsu makan baik dengan jenis makanan di rumah berupa nasi,
lauk pauk, sayuran, buah dan susu. Ny. Ir mengatakan tidak memiliki alergi
terhadap makanan tertentu. Selama di rumah sakit (post partum) Ny. Ir makan 3x/hari dengan porsi yang disediakan
rumah sakit habis, minum ± 7 - 9 gelas/hari (± 800 ml), nafsu makan baik.
A : BB : 69 kg, TB : 162 cm,
LILA : 25.5 cm
IMT :
=
=
= 26.29
kg/m
BBI : (TB
- 100) - 10% (TB - 100)
= (162 - 100) - 10% (162 - 100)
= 62 - (10% x 62)
= 55.8 kg
B : Hb : 12.2 g/dl, Ht : 32.0 %
(L), GDS : 90
C : konjungtiva tidak anemis, sklera
anikterik, Ny. Ir gemuk
D : diet tinggi nutrisi,
b. Pola
Eliminasi : Ny. Ir mengatakan selama
hamil sering BAK terlebih ketika perut membesar ± 9 - 11 kali/hari, jumlah BAK
(± 600 ml/hari), dengan konsistensi warna kuning bening, bau khas dan tidak ada
keluhan selama BAK. Ny. Ir mengatakan selama hamil/sebelum masuk rumah sakit
BAB 1x/hari, setiap pagi hari konsistensi lunak, warna merah kecoklatan, kadang
kuning pekat, dan tidak ada gangguan selama BAB. Selama di rumah sakit Ny. Ir
sejak tanggal 26 agustus 2013 belum bisa BAB, tidak ada massa abdomen.
c. Pola
Personal Hygiene : Ny. Ir mengatakan
selama hamil selalu menjaga kebersihan tubuhnya, mandi 2 kali/hari pagi dan
sore hari, gosok gigi setiap mandi, keramas 2 hari sekali/setiap rambut terasa
kotor. Selama di rumah sakit Ny. Ir mandi 2 kali/hari pagi dan sore hari dan
gosok gigi setiap kali mandi mandiri.
d. Pola
Istirahat dan Tidur : Ny. Ir mengatakan
selama hamil/sebelum di rumah sakit tidur sehari ± 8 jam/hari, siang hari
istirahat minimal 1 jam dan tidak mengalami gangguan dalam tidur. Selama di
rumah sakit Ny. Ir mengatakan tidur ± 8 jam/hari namun kadang waktu malam
sering terbangun, karena terbiasa dengan lingkungan rumah sakit.
e. Pola
Aktifitas dan Latihan : Ny. Ir
mengatakan sebelum di rumah sakit Ny. Ir bisa melakukan aktifitas secara
mandiri meliputi : Bathing, dressing, toileting, feeding continence,
transfering.
Selama di rumah sakit :
Ny. Ir bisa melakukan aktifitas secara mandiri
f. Pola
Persepsi dan Kognitif : Ny. Ir
dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar. Ny. Ir mengatakan belum mengetahui
tentang perawatan bayi, pemberian ASI, immunisasi (status obstetri G1
P1 A0), teknik menyusui yang benar, KB, nutrisi ibu
menyusui, nutrisi ibu post partum,
cara memandikan bayi, perawatan tali pusat. Ny. Ir terlihat bingung ketika
ditanya tentang perawatan bayi, nutrisi ibu menyusui, nutrisi ibu post partum, cara memandikan bayi,
perawatan tali pusat. Ny. Ir mengatakan merasa nyeri di bagian perut bawah dan
juga dapat mempersepsikan nyeri sebagai berikut :
P : Ny. Ir mengatakan nyeri terasa tiba - tiba
saat duduk/bergerak
Q : Ny. Ir mengatakan nyeri seperti diremas
R : Ny. Ir mengatakan nyeri terasa di abdomen
bawah (kuadran 3 - 4)
S : Ny. Ir mengatakan nyeri skala 5
T : Ny. Ir mengatakan nyeri dengan durasi 3 - 7
detik
g. Pola
Seksualitas dan Reproduksi :
Ny. Ir mengatakan menikah 1 kali, dan memiliki anak 1.
h. Aspek
Psikologis Ibu : Ny. Ir mengatakan
cemas, karena harus ke ruang peristi untuk menyusui. Ny. Ir mengalami fase taking in yaitu perhatian ibu terhadap
kebutuhan dirinya, fase ini berlangsung selama 1 - 2 har, Ny. Ir memperhatikan
bayinya tetapi tidak menginginkan kontak dengan bayinya, Ny. Ir hanya
memerlukan informasi tentang bayinya, Ny. Ir memerlukan makanan yang adekuat
serta istirahat atau tidur.
4.
Pemeriksaan
Fisik
KU : Baik, dengan tingkat kesadaran composmentis, TD : 120/80 mmHg, N : 78
x/menit, RR : 20 x/menit, S : 36.2º C
a. Rambut
: rambut hitam, bersih, tidak rontok
dan tidak ada uban
b. Mata
: konjungtiva tidak anemis, sklera
anikterik, tidak
menggunakan alat bantu
penglihatan (kacamata/kontak lens)
c. Mulut : tidak ada caries gigi, tidak memakai
gigi palsu, gigi palsu,
gigi bersih, tidak
stomatitis
d. Telinga
: bersih, tidak ada OMA, tidak memakai
alat bantu
pendengaran
e. Leher
: tidak ada bekas operasi, tidak
ada pembesaran kelenjar
tiroid
f. Dada : mamae membesar, areola mamae
menghitam, papila
mamae menonjol, mamae
agak keras, colostrum belum keluar, tidak ada nyeri tekan
g. Paru
:
Inspeksi
: ekspansi simetris, pernafasan dada
& perut, irama normal
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, paru kanan dan
kiri mengembang simetris, adanya
taktil fremitus
Perkusi
: sonor/resonan diseluruh lapang
paru
Auskultasi
: tidak ada bunyi wheezing, bunyi nafas vesikuler diseluruh lapang paru, tidak ada
bunyi ronchi & rales
h. Jantung
Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak menonjol, IC
terlihat di ICS5 midclavicula kiri
Palpasi
: denyut apeks (di ICS5
midclavicula kiri), denyutan kuat
Perkusi : pekak/datar
Auskultasi : terdengar bunyi jantung 1 & 2 (S1
dan S2) lup dup, jarak antara S1 dan S2 kurang
dari 1 detik, S1 terdengar lebih keras dari S2
i.
Abdomen
Inspeksi : linea alba, terdapat striae lividae,
tidak ada luka bekas operasi
Palpasi
: TFU : 3 jari dibawah pusat,
kontraksi kuat, kontraksi tidak teratur lamanya 30 detik, vesika urinaria tidak ada distensi
j.
Perineum : terdapat laserasi, tidak ada episiotomi, lochea
rubra warna
merah, banyaknya 3 - 4
kali ganti pembalut (penuh) ± 400 ml.
k. Anus
: tidak ada hemoroid
l.
Ekstremitas : tidak ada edema, tidak ada varises,
reflek patela
positif (+), tanda
homan negatif (-)
m. Sistem
Integumen: turgor kulit kenyal, CRT < 3 detik, warna kulit
sawo matang, kulit utuh
5.
Pemeriksaan
Penunjang
Hematologi : hemoglobin : 12.2 9/dl, leukosit : 22.1
(H) 10^9/L, eritrosit : 3.8 10^12/L, hematokrit : 32.0 (L) %, trombosit : 2577
(H) 10^9/L, eosinofil : 0 %, basofil : 0 %, neutrofil batang : 1 (L) %,
neutrofil segmen : 79 (H) %, limfosit : 14 (L) %, monosit : 6 %, golongan darah
: B, GDS : 90 %, HbsAg : negatif (-)
Program
Therapi :
-
Tanggal 27 agustus 2013
mendapat program terapi kalmetason 1 amp, porpargin 2 x 1 ampul dan infus RL 20
tpm
B.
Analisa
Data
Tanggal
27 agustus 2013, didapatkan data fokus DS : Ny. Ir mengatakan perut terasa
nyeri (perut bawah), dan DO : P : nyeri terasa tiba - tiba saat duduk/bergerak,
Q : nyeri terasa seperti diremas, R : nyeri di abdomen bawah (kuadran 3 - 4), S
: nyeri skala 5, T : nyeri dengan durasi 3 - 7 detik, Ny. Ir terlihat mengusap
- usap perut, TD : 120/80 mmHg, N : 78 x/menit, RR : 20 x/menit, S : 36.2º C. Data
tersebut merupakan batasan karakteristik sehingga penulis memperoleh masalah
utama yaitu nyeri akut post partum
karena diakibatkan oleh kontraksi post
partum.
Tanggal
27 agustus 2013, didapatkan data fokus DS : Ny. Ir mengatakan cemas karena
harus ke ruang peristi setiap kali ingin menyusui, dan DO : mamae membesar,
areola mamae menghitam, papila mamae menonjol, mamae agak keras, colostrum
belum keluar, tidak ada nyeri tekan, BBL 2300 gr dengan batasan karakteristik
yang ditemukan diangkat masalah keperawatan yaitu ketidak efektifan pemberian
ASI berhubungan dengan prematuritas.
Tanggal
27 agustus 2013, didapatkan data fokus DS : Ny. Ir mengatakan belum mengetahui
tentang perawatan bayi, pemberian ASI, imunisasi, teknik menyusui yang benar,
KB, nutrisi ibu menyusui, nutrisi ibu post
partum, cara memandikan bayi, dan perawatan tali pusat dan DO : status obstetri
P1 A0, Ny. Ir terlihat bingung ketika ditanya tentang
perawatan bayi, pemberian ASI, imunisasi, teknik menyusui yang benar, KB,
nutrisi ibu menyusui, nutrisi ibu post
partum, cara memandikan bayi, dan perawatan tali pusat. Batasan
karakteristik tersebut didapatkan masalah keperawatan yaitu kesiapan untuk
meningkatkan pengetahuan tentang perawatan bayi di rumah.
C.
Intervensi
Keperawatan
Setelah
dilakukan analisa data dan ditemukan masalah keperawatan yang ada, selanjutnya
penulis menyusun intervensi keperawatan yang bertujuan untuk menentukan
tindakan yang tepat sesuai dengan masalah yang terjadi. Tanggal 27 agustus
2013, disusun intervensi keperawatan untuk masalah nyeri akut abdomen
berhubungan dengan kontraksi post partum
dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapkan nyeri berkurang atau hilang
dengan kriteria hasil : pasien melaporkan adanya penurunan nyeri; pasien
melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman; pasien mampu menggunakan terapi yang
diberikan untuk mengurangi rasa nyeri di rumah; skala nyeri 4 - 1; pasien terlihat
rileks; TTV dalam batas normal (N = 60 - 90 x/menit, TD = 120/80 mmHg, S =
36.5º C - 37.5º C, RR = 16 - 24 x/menit). Intervensi yang ditentukan penulis
antara lain : kaji terhadap faktor yang menyebabkan nyeri (rasional : untuk
mengetahui karakteristik nyeri); kurangi atau hilangkan faktor - faktor yang
dapat meningkatkan nyeri (rasional : membantu mengurangi nyeri); ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam (rasional : membantu mengurangi nyeri); ajarkan teknik
distraksi (rasional : membantu mengurangi nyeri); observasi TTV (rasional :
mengetahui perubahan tubuh terhadap nyeri).
Penulis
menyusun intervensi untuk masalah keperawatan yang kedua yaitu ketidakefektifan
pemberian ASI berhubungan dengan prematuritas dengan tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pemberian ASI efektif
ditandai dengan kriteria hasil : ASI keluar; mamae tidak keras; papila mamae
menonjol; bayi mau menyusui; minimal menyusui 2 x. Penulis menentukan
intervensi : kaji kondisi mamae (rasional : mengetahui kondisi mammae); kaji
daya hisap bayi (rasional : mengetahui kemampuan bayi untuk menyusui); anjurkan
ibu untuk memeras ASI dan menyimpan dalam botol steril (rasional : membantu
program pemberian ASI); kaji papila mamae (rasional : mengetahui kondisi
mamae); kompres dingin (rasional : mempercepat pengeluaran ASI).
Penulis
menentukan intervensi keperawatan untuk masalah keperawatan yang ketiga yaitu
kesiapan untuk meningkatkan pengetahuan tentang perawatan bayi di rumah yang
bertujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan
pengetahuan pasien bertambah ditandai dengan kriteria hasil : mampu mengerti
tentang perawatan bayi, KB, imunisasi, teknik menyusui yang benar, ASI
eksklusif, nutrisi ibu menyusui, nutrisi ibu post partum, perawatan tali pusat; pasien mampu menjawab seputar
pendidikan kesehatan yang diberikan. Intervensi yang disusun antara lain : kaji
tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan bayi, KB, imunisasi, teknik
menyusui yang benar, ASI eksklusif, nutrisi ibu menyusui, nutrisi ibu post partum, perawatan tali pusat
(rasional : mengetahui tingkat pengetahuan); pendidikan kesehatan KB (rasional
: menambah pengetahuan tentang KB); pendidikan kesehatan tentang perawatan bayi
(rasional : menambah pengetahuan tentang perawatan bayi); pendidikan kesehatan
tentang imunisasi (rasional : menambah pengetahuan tentang imunisasi);
pendidikan kesehatan tentang teknik menyusui yang benar (rasional : menambah
pengetahuan tentang teknik menyusui yang benar); pendidikan kesehatan tentang
ASI eksklusif (rasional : menambah pengetahuan tentang ASI eksklusif);
pendidikan kesehatan tentang nutrisi ibu menyusui (rasional : menambah
pengetahuan tentang nutrisi ibu menyusui); pendidikan kesehatan tentang nutrisi
ibu post partum (rasional : menambah
pengetahuan tentang nutrisi ibu post
partum; pendidikan kesehatan tentang perawatan tali pusat (rasional :
menambah pengetahuan tentang perawatan tali pusat).
D.
Implementasi
Keperawatan
Tanggal
27 agustus 2013 penulis telah melakukan implementasi keperawatan, pukul 08.30 penulis
memberikan pendidikan kesehatan dan mengajarkan teknik menyusui yang benar
dengan respon subyektif Ny. Ir mengatakan belum tau dan merasa lebih terbantu,
obyektif bayi Ny. Ir dipangku dengan posisi menyusui yang benar namun bayi
masih belum mau menyusui. Pukul 08.15 penulis mengkaji kondisi mamae dan
mengkaji daya hisap bayi dengan respon obyektif mamae membesar, areola mamae
menghitam, papila mamae menonjol, mamae agak keras, colostrum belum keluar,
tidak ada nyeri tekan, bayi belum mau menyusu. Pukul 08.15 penulis mengkaji
tingkat pengetahuan tentang tentang perawatan bayi, KB, imunisasi, teknik
menyusui yang benar, ASI eksklusif, nutrisi ibu menyusui, nutrisi ibu post partum, perawatan tali pusat, dengan
respon subyektif Ny. Ir mengatakan belum mengetahui tentang perawatan bayi, KB,
imunisasi, teknik menyusui yang benar, ASI eksklusif, nutrisi ibu menyusui,
nutrisi ibu post partum, perawatan
tali pusat dan respon obyektif Ny. Ir terlihat bingung saat ditanya tentang
seputar perawatan bayi. KB, imunisasi, teknik menyusui yang benar, ASI
eksklusif, nutrisi ibu menyusui, nutrisi ibu post partum, perawatan tali pusat. Pukul 08.15 penulis memberikan
pendidikan kesehatan nutrisi ibu menyusui dengan respon subyektif Ny. Ir
mengatakan paham tentang materi yang diberikan dan respon obyektif Ny. Ir
banyak bertanya dan bisa menjawab pertanyaan tentang nutrisi. Pukul 09.00
penulis mengobservasi TTV dengan respon obyektif TD : 120/80 mmHg, N : 78
x/menit, S : 36.2º C, RR : 20 x/menit. Pukul 09.00 penulis mengkaji nyeri
dengan respon subyektif Ny. Ir mengatakan nyeri di daerah abdomen, dan respon
obyektif P : nyeri terasa tiba - tiba saat duduk/bergerak, Q : nyeri terasa
seperti diremas, R : nyeri terasa di abdomen bawah kuadran 3 - 4, S : nyeri
dengan skala 5, T : nyeri dengan durasi
waktu 3 - 7 detik. Pukul 09.10 penulis mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
dengan respon subyektif Ny. Ir mengatkan nyeri berkurang, Ny. Ir mengatakan
terasa lebih nyaman dan respon obyektif Ny. Ir terlihat mengaplikasikan teknik
relaksasi nafas dalam, Ny. Ir terlihat rileks, skala nyeri 5, RR 20 x/menit
nafas teratur. Pukul 10.00 penulis mengajarkan breast care dengan respon
subyektif Ny. Ir mengatakan senang mendapat ilmu baru tentang breast care dan
respon obyektif Ny. Ir terlihat mampu mengaplikasikan breast care tanpa
bantuan, ASI keluar sedikit. Pukul 10.30 penulis memberikan pendidikan
kesehatan tentang imunisasi dengan respon subyektif Ny. Ir mengatakan lebih
paham tentang imunisasi dan respon obyektif Ny. Ir terlihat banyak bertanya dan
mampu menjawab pertanyaan tentang imunisasi. Pukul 11.27 penulis memberikan
pendidikan kesehatan tentang ASI eksklusif dengan respon subyektif Ny. Ir
mengatakn memahami tentang ASI eksklusif, dan respon obyektif Ny. Ir mampu
menjawab pertanyaan tentang ASI eksklusif. Pukul 11.27 penulis menganjurkan ibu
memeras ASI dan menyimpan dalam botol steril
dengan respon subyektif Ny. Ir mengatakan bersedia mencoba dan respon
obyektif Ny. Ir terlihat banyak bertanya tentang daya tahan ASI. Pukul 13.20
penulis mengkaji ulang nyeri dengan respon subyektif Ny. Ir mengatakan nyeri
jarang timbul dengan respon obyektif P : nyeri terasa tiba - tiba, Q : nyeri
seperti diremas, R : nyeri terasa di abdomen bawah kuadran 3 - 4, S : skala
nyeri 4, T : durasi nyeri ± 4 menit. Pukul 13.20 penulis mengajarkan teknik
distraksi dengan respon subyektif Ny. Ir mengatakan nyeri tidak terasa saat
mengobrol dan respon obyektif skala nyeri , Ny. Ir terlihat rileks.
Tanggal
28 agustus 2013 penulis telah melakukan implementasi keperawatan. Pukul 07.35
penulis mengkaji ulang kondisi mamae dengan respon subyektif Ny. Ir mengatakan
ASI masih sulit keluar tetapi sudah sedikit - sedikit dan respon obyektif mamae
membesar, papila mamae menonjol, areola menghitam, mamae agak keras, tidak ada
nyeri tekan, coloctrum keluar sedikit. Pukul 07.50 penulis mengkaji ulang
faktor nyeri dengan respon subyektif Ny. Ir mengatakan sudah jarang merasakan
nyeri, jika terasa nyeri Ny. Ir tarik nafas dalam dan ditahan sambil mengusap
perutnya dan respon obyektif P : nyeri jarang timbul, Q : nyeri seperti
diremas, R : nyeri di daerah abdomen bawah kuadran 3 - 4, S : skala nyeri 2, T
: durasi nyeri ± 3 detik. Pukul 08.30 penulis membantu Ny. Ir dalam memeberikan
ASI pada bayi Ny. Ir di ruang peristi dengan respon subyektif Ny. Ir mengatakan
cemas karena bayinya masih belum mau menyusui dan respon obyektif bayi dipangku
(posisi menyusui) diberi tetesan ASI namun masih belum mau menyusui. Pukul
09.45 penulis mengobservasi TTV dengan respon obyektif TD : 120/70 mmHg, N : 82
x/menit, S : 36.4º C, RR : 20 x/menit. Pukul 09.45 penulis mengajakan Ny. Ir
mengobrol tentang bayinya (mengajarkan teknik distraksi) dengan respon
subyektif Ny. Ir mengatakan senang dan lebih nyaman ada teman berbicara dan
respon obyektif Ny. Ir terlihat rileks, skala nyeri 2, RR : 22 x/menit. Pukul
10.00 penulis mengkaji ulang nyeri dengan respon Ny. Ir mengatakan sudah bisa
menahan nyeri, dan respon obyektif P : nyeri sudah jarang terasa, kadang -
kadang, Q : nyeri seperti diremas (skring - skring), R : nyeri terasadi abdomen
bawah kuadran 3 - 4, S : skala nyeri 2, T : durasi waktu ± 3 detik. Pukul 11.00
penulis memvalidasi (mengkaji ulang) tingkat pengetahuan dengan respon
subyektif Ny. Ir mengatakan paham dengan pendidikan kesehatan yang telah
diberikan, dan respon obyektif Ny. Ir terlihat mampu menjawab pertanyaan
seputar pendidikan kesehatan yang telah diberikan.
E.
Evaluasi
Keperawatan
Tanggal
27 agustus 2013 pukul 13.45 penulis melakukan evalusi untuk diagnosa pertama
yaitu nyeri akut abdomen dengan hasil evaluasi subyektif : Ny. Ir mengatakan
nyeri di daerah abdomen, Ny. Ir mengatakan nyeri berkurang, Ny. Ir mengatakan
terasa lebih nyaman, Ny. Ir mengatakan nyeri jarang timbul, Ny. Ir mengatakan
nyeri tidak terasa saat mengobrol. Evaluasi obyektif : TD : 120/80 mmHg, N : 78
x/menit, S : 36.2º C, RR : 20 x/menit, P : nyeri tiba - tiba terasa saat
duduk/bergerak, Q : nyeri terasa seperti diremas, R : nyeri di abdomen bawah
kuadran 3 - 4, S : nyeri dengan skala 5, T : nyeri dengan durasi waktu 3 - 7
detik (evaluasi pukul 09.00), Ny. Ir
terlihat mengaplikasikan teknik relaksasi nafas dalam, Ny. Ir terlihat rileks,
skala nyeri 5, RR : 20 x/menit, P : nyeri terasa tiba - tiba, Q : nyeri seperti
diremas, R : nyeri terasa di abdomen kuadran 3 - 4, S : skala nyeri 4, T :
durasi nyeri ± 4 detik, Ny. Ir lebih terlihat rileks. Evaluasi Analisa masalah
nyeri akut abdomen teratasi ditandai dengan skala nyeri 4, Ny. Ir lebih terlihat
rileks, TD : 120/80 mmHg, N : 78 x/menit, RR : 20 x/menit, S : 36.2º C, Ny. Ir
mengatakan nyeri berkurang dan jarang timbul. Evaluasi planning selanjutnya adalah lanjutkan intervensi observasi TTV, dan
kaji ulang nyeri.
Tanggal
27 agustus 2013 pukul 13.45 penulis melakukan evalusi untuk diagnosa kedua
yaitu ketidakefektifan pemberian ASI dengan evaluasi subyektif Ny. Ir
mengatakan belum tahu dan merasa lebih terbantu, Ny. Ir mengatakan senang
mendapat ilmu baru, Ny. Ir mengatakan bersedia mencoba memeras ASI dan
menyimpannya dalam botol steril. Evaluasi obyektif bayi Ny. Ir terlihat
dipangku dengan posisi menyusui yang benar namun masih belum mau menyusui,
mamae membesar, areola mamae menghitam, papila mamae menonjol, mamae agak
keras, colostrum belum keluar, tidak ada nyeri tekan, Ny. Ir terlihat mampu
mengaplikasikan breast care tanpa
bantuan, ASI keluar sedikit, Ny. Ir terlihat banyak bertanya tentang ASI (daya
tahan). Evaluasi analisa masalah ketidakefektifan pemebrian ASI belum teratasi
ditandai dengan ASI keluar sedikit. Evaluasi planning lanjutkan intervensi kaji ulang kondidi mamae.
Tanggal
27 agustus 2013 pukul 13.45 penulis melakukan evalusi untuk diagnosa ketiga
yaitu kesiapan untuk meningkatkan pengetahuan tentang perawatan bayi di rumah
dengan evaluasi subyektif Ny. Ir mengatakan belum mengetahui tentang perawatan
bayi, KB, imunisasi, teknik menyusui yang benar, ASI eksklusif, nutrisi ibu
menyusui, nutrisi ibu post partum,
perawatan tali pusat, Ny. Ir mengatakan paham tentang materi yang diberikan,
Ny. Ir mengatakan memahami tentang ASI eksklusif, Ny. Ir mengatakan lebih paham
tentang imunisasi. Evaluasi obyektif Ny. Ir terlihat bingung saat ditanyai tentang
perawatan bayi, KB, imunisasi, teknik menyusui yang benar, ASI eksklusif,
nutrisi ibu menyusui, nutrisi ibu post
partum, perawatan tali pusat, Ny. Ir terlihat banyak bertanya dan bisa
menjawab pertanyaan tentang nutrisi, Ny. Ir terlihat mampu menjawab pertanyaan
tentang imunisasi, Ny. Ir terlihat mampu menjawab pertanyaan tentang ASI
eksklusif. Evaluasi analisa masalah kesiapan untuk meningkatkan pengetahuan
tentang perawatan bayi di rumah teratasi ditandai dengan Ny. Ir terlihat banyak
bertanya dan bisa menjawab pertanyaan tentang nutrisi, Ny. Ir terlihat mampu
menjawab pertanyaan tentang imunisasi, Ny. Ir terlihat mampu menjawab
pertanyaan tentang ASI eksklusif. Evaluasi planning
adalah lanjutkan intervensi mengkaji ulang (memvalidasi) pendidikan kesehatan
yang telah diberikan.
Tanggal
28 agustus 2013 pukul 13.00 penulis melakukan evaluasi untuk diagnosa yang
pertama yaitu nyeri akut abdomen berhubungan dengan kontraksi post partum dengan evaluasi subyektif
Ny. Ir mengatakan sudah jarang merasakan nyeri, jika terasa nyeri Ny. Ir tarik
nafas dalam dan ditahan sambil mengusap perutny, Ny. Ir mengatakan senang dan
lebih nyaman ada teman berbicara, Ny. Ir mengatakan sudah bisa menahan sudah
bisa menahan nyeri. Evaluasi obyektif (pukul 07.35) P : nyeri jarang timbul, Q
: nyeri seperti diremas, R : nyeri di daerah abdomen bawah kuadran 3 - 4, S :
skala nyeri 2, T : durasi nyeri ± 3 detik, Ny. Ir terlihat sering mengusap
abdomen bawah, TD : 120/70 mmHg, RR : 20 x/menit, N : 82 x/menit, S : 36.4º C,
Ny. Ir terlihat rileks, skala nyeri 2, RR : 22 x/menit, (pukul 10.00) P : nyeri
sudah jarang terasa, kadang - kadang, Q : nyeri seperti diremas/skring -
skring, R : nyeri terasa di abdomen bawah kuadran 3 - 4, S : skala nyeri 2, T :
durasi nyeri ± 3 detik, Ny. Ir terlihat rileks. Evaluasi analisa masalah nyeri
akut abdomen teratasi ditandai dengan P : nyeri sudah jarang terasa, kadang -
kadang, Q : nyeri seperti diremas/skring - skring, R : nyeri terasa di abdomen
bawah kuadran 3 - 4, S : skala nyeri 2, T : durasi nyeri ± 3 detik, Ny. Ir
terlihat rileks. Evaluasi planning
hentikan intervensi dan lanjutkan intervensi untuk di rumah anjurkan untuk
relaksasi nafas dalam ketika nyeri kembali terasa.
Tanggal
28 agustus 2013 pukul 13.00 penulis melakukan evalusi untuk diagnosa kedua
yaitu ketidakefektifan pemberian ASI dengan evaluasi subyektif Ny. Ir
mengatakan ASI masih sulit keluar tetapi sudah sedikit - sedikit. Evaluasi
obyektif mamae membesar, papila mamae menonjol, areola menghitam, mamae agak
keras, tidak ada nyeri tekan, kolostrum keluar sedikit. Evaluasi analisa
masalah ketidakefektifan pemberian ASI teratasi ditandai dengan ASI keluar.
Evaluasi planning lanjtkan intervensi
anjurkan ibu untuk mengompres dingin payudara ketika di rumah, anjurkan ibu
untuk melakukan breast care di rumah
secara mandiri.
Tanggal
28 agustus 2013 pukul 13.30 penulis melakukan evalusi untuk diagnosa ketiga
yaitu kesiapan untuk meningkatkan pengetahuan tentang perawatan bayi di rumah
dengan evaluasi subyektif Ny. Ir mengatakan cemas karena bayi masih belum mau
menyusu, Ny. Ir mengatakan paham dengan pendidikan kesehatan yang telah
diberikan. Evaluasi obyektif bayi dipangku (posisi menyusui) diberi tetesan ASI
namun masih belum mau menyusui, Ny. Ir terlihat mampu menjawab pertanyaan
seputar pendidikan kesehatan yang telah diberikan. Evaluasi analisa masalah
kesiapan untuk meningkatkan pengetahuan tentang perawatan bayi di rumah
teratasi ditandai dengan Ny. Ir terlihat mampu menjawab pertanyaan seputar
pendidikan kesehatan yang telah diberikan. Evaluasi planning lanjutkan intervensi anjurkan Ny. Ir untuk memberi kompres
dingin pada payudara.
BAB IV
PEMBAHASAN
Bab
IV berisi pembahasan, penulis akan membahas permasalahan tentang Asuhan
Keperawatan pada Ny. Ir dengan Post Partum Indikasi Ketuban Pecah Dini
(KPD) di Ruang Bougenvil RS Panti Wilasa Citarum Semarang. Penulis membagi
pembahasan kasus menjadi lima sub bahasan yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan.
Pembahasan
akan diuraikan sesuai masalah yang ditemukan dengan menggunakan pendekatan
konsep dasar yang mendukung. Penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang
muncul pada asuhan keperawatan antara teori dengan kasus yang penulis kelola.
Penulis akan membahas tentang diagnosa yang muncul, yang tidak muncul, serta
dukungan dan hambatan dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny. Ir
selama 2 x 24 jam.
A.
Diagnosa
yang muncul
1. Nyeri
akut abdomen berhubungan dengan kontraksi post
partum
Nyeri
adalah sensasi subyektif rasa tidak nyaman yang biasanya berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin, 2009:387). Nyeri merupakan
pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa (International
Associationfor the Study of Pain) serangan tiba - tiba atau perlahan dari
intensitas ringan hingga berat dengan durasi kurang dari enam bulan. Batasan
karakteristik antara lain menunjukan perilaku berjaga - jaga/melindungi area
nyeri, melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal, perubahan posisi untuk
menghindari nyeri, menunjukkan sikap tubuh untuk melindungi (Herdman, 2009:410).
Nyeri
post partum atau afterpain merupakan nyeri yang dirasakan sejak kala III sampai
beberapa hari pasca persalinan akibat kontraksi (Mander, 2003:221). Diagnosa
nyeri muncul karena menurut penulis terdapat beberapa data yang mendukung,
seperti data subyektif Ny. Ir mengatakan perut terasa nyeri (perut bawah),
nyeri terasa tiba - tiba saat duduk/bergerak, nyeri terasa seperti diremas, nyeri
terasa di abdomen bawah (kuadran 3 - 4), skala nyeri 5, nyeri timbul dengan
durasi waktu 3 - 7 detik. Data obyektif tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 78
x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36.2º C, Ny. Ir terlihat mengusap - usap
perut ketika merasakan nyeri. Sebagian data sudah sesuai dengan batasan
karakteristik, akan tetapi masih terdapat data yang tidak sama dikarenakan Ny.
Ir menunjukkan adanya perubahan tekanan darah, dilatasi pupil, perubahan selera
makan, perubahan frekuensi pernafasan (Herdman, 2009:410).
Penulis
memprioritaskan diagnosa nyeri akut karena nyeri mempengaruhi kenyamanan pasien
dan sifatnya yang akut yaitu berlangsung kurang dari 6 bulan dapat membuat
pasien waspada terhadap bahaya, selain itu alasan penulis mengangkat nyeri akut
adalah apabila nyeri tidak diatasi secara cepat maka dapat mempengaruhi sistem
metabolisme yang lain seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan pola
pernafasan, gangguan mobilisasi dan kecemasan (Mander, 2003:74)
Penulis
kurang tepat dalam pengambilan diagnosa nyeri akut karena nyeri akut dialami
semua ibu melahirkan dan merupakan tanda bahwa seorang ibu mengalami kontraksi
rahim, apabila seorang ibu melahirkan tidak mengalami nyeri merupakan tanda
bahaya (Harry Orxon & Willian R, 2010:377)
Intervensi
keperawatan yang dilakukan sebagai berikut : kaji terhadap faktor yang
menyebabkan nyeri; kurangi atau hilangkan faktor - faktor yang dapat
meningkatkan nyeri; ajarkan teknik relaksasi nafas dalam; ajarkan teknik
distraksi; observasi tanda - tanda vital
2. Ketidakefektifak
pemberian ASI berhubungan dengan prematuritas
ASI
merupakan bentuk terpilih nutrisi untuk bayi full term (Wong, 2009:262). Ketidakefektifan pemberian ASI adalah
ketidakpuasan atau kesulitan ibu, bayi atau anak mengalami proses pemberian
ASI. Batasan karakteristik antara lain ketidakadekuatan suplai ASI, tidak
menghisap payudara terus menerus, tampak tanda ketidakedekuatan asupan bayi,
proses pemberian ASI tidak memuaskan (Herdman, 2009:254).
Penulis
mengangkat ketidakefektifan pemberian ASI berdasarkan data subyektif Ny. Ir
mengatakan cemas karena harus ke ruang peristi setiap kali ingin menyusui, data
obyektif mamae membesar, areola mamae menghitam, papila mamae menonjol, mamae
agak keras, colostrum belum keluar, tidak ada nyeri tekan. Sebagian besar data
sudah sesuai dengan batasan karakteristik tetapi masih ada yang belum sama
karena pasien tidak mengalami gangguan pada payudaranya.
Alasan
penulis mengambil diagnosa ketidakefektifan pemberian ASI menjadi diagnosa yang
kedua karena mengingat pentingnya ASI dan kondisi Ny. Ir dan bayinya yang tidak
rawat gabung sehingga tidak dapat sewaktu - waktu menyusui bayinya yang hisapan
bayi dapat memicu produksi ASI (Yuliarti, 2010:31)
Penulis
kurang tepat dalam pengambilan diagnosa ketidakefektifak pemberian ASI
berhubungan dengan prematuritas, seharusnya penulis mengambil ketidakefektifan
proses menyusui berhubungan dengan gangguan dalam menyusui/prematuritas/refleks
hisap bayi buruk karena ditemukan data subyektif Ny. Ir mengatakan cemas karena
harus ke ruang peristi setiap kali ingin menyusui, data obyektif mamae
membesar, areola mamae menghitam, papila mamae menonjol, mamae agak keras,
colostrum belum keluar, tidak ada nyeri tekan. Tanggal 27 agustus 2013, penulis
melakukan implementasi mengajarkan cara menyusui dengan posisi dan teknik yang
benar terdapat respon bayi belum mau menyusui/menghisap puting ibu.
Ketidakefektifan menyusui merupakan pernyataan saat seorang ibu, bayi dan atau
keluarga mengalami ketidakpuasan/kesulitan dalam proses menyusui (Herdman,
2009).
Intervensi
keperawatan yang dilakukan adalah kaji kondisi mamae untuk mengetahui apakah
mamae terdapat kelainan, kaji daya hisap bayi untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan bayi dalam refleks menghisapnya, anjurkan ibu untuk memeras ASI dan
menyimpan dalam botol steril karena sewaktu - waktu ASI didalam botol steril
dapat diberikan kepada bayi, kaji papila mamae agar mengetahui kondisi payudara,
ajarkan breast care pada pasien dan dilakukan langsung dengan pasien, dan
kompres dingin dapat membantu ASI cepat keluar.
3. Kesiapan
untuk meningkatkan pengetahuan tentang perawatan bayi di rumah.
Orang
tua memiliki upaya dalam meningkatkan daya tahan fisik dan kesehatan anak,
mengembangkan ketrampilan dan kemampuan. Steele dan Pollack (1968) menyatakan
bahwa menjadi orang tua merupakan proses yang terdiri dari dua komponen.
Komponen pertama, bersifat praktis dan mekanis, melibatkan keterampilan kognitif
dan motorik. Komponen kedua, bersifat emosional melibatkan ketrampilan kognitif
kognitif dan efektif. Kedua komponen ini penting untuk perkembangan dan
keberadaan bayi. Ketrampilan kognitif - motorik dalam proses ini melibatkan
aktifitas perawatan anak, seperti memberi makan, memandikan bayi dll. Kemampuan
ini dipengaruhi oleh pengalaman pribadi dan budayanya (Wong, 2009:49)
Penulis mengangkat diagnosa ketiga kesiapan
untuk meningkatkan pengetahuan tentang perawatan bayi di rumah karena kondisi
Ny. Ir dan suami yang baru pertama kali menjadi orang tua (status obstetri P1
A0) sehingga membutuhkan edukasi seputar perawatan bayi di rumah
meliputi perawatan tali pusat, cara memandikan bayi, nutrisi ibu menyusui,
nutrisi ibu post partum, KB,
imunisasi dll. Ditemukan data subyektif Ny. Ir mengatakan belum mengetahui
tentang perawatan bayi, pemberian ASI, imunisasi, teknik menyusui yang benar,
KB, nutrisi ibu menyusui, nutrisi ibu post
partum, cara memandikan bayi, dan perawatan tali pusat, data obyektif status
obstetri P1 A0, Ny. Ir terlihat bingung ketika ditanya
tentang perawatan bayi, pemberian ASI, imunisasi, teknik menyusui yang benar,
KB, nutrisi ibu menyusui, nutrisi ibu post
partum, cara memandikan bayi, dan perawatan tali pusat. Batasan
karakteristik tersebut didapatkan masalah keperawatan yaitu kesiapan untuk
meningkatkan pengetahuan tentang perawatan bayi di rumah.
Penulis
menentukan intervensi keperawatan untuk masalah keperawatan yang ketiga yaitu
kesiapan untuk meningkatkan pengetahuan tentang perawatan bayi di rumah antara
lain kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan bayi, KB, imunisasi,
teknik menyusui yang benar, ASI eksklusif, nutrisi ibu menyusui, nutrisi ibu post partum, perawatan tali pusat,
memberikan pendidikan kesehatan KB, memberikan pendidikan kesehatan tentang
perawatan bayi, memberikan pendidikan kesehatan tentang imunisasi, memberikan
pendidikan kesehatan tentang teknik menyusui yang benar, memberikan pendidikan
kesehatan tentang ASI eksklusif, memberikan pendidikan kesehatan tentang
nutrisi ibu menyusui, memberikan pendidikan kesehatan tentang nutrisi ibu post partum, memberikan pendidikan
kesehatan tentang perawatan tali pusat..
B. Diagnosa yang tidak
muncul
1. Kurang
perawatan diri
Perawatan diri merupakan
pola performa aktivitas individu yang membantu memenuhi tujuan terkait
kesehatan dan dapat ditingkatkan (Herdman, 2009:177). Penulis tidak mengangkat
diagnosa kurang perawatan diri karena Ny. Ir mampu melakukan aktivitas secara
mandiri seperti bathing, feeding,
transfering, toileting, kontinence dan dreessing
selama di rumah sakit.
2. Kurang
pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayinya dan tentang perawatan payudara.
Kurang pengetahuan
merupakan defisiensi pengetahuan terhadap topik tertentu (Herdman, 2009:203).
Penulis tidak mengangkat kurang pengetahuan sebagai diagnosa prioritas karena
Ny. Ir tidak hanya membutuhkan pengetahuan di satu topik tertentu melainkan
secara keseluruhan dan ditemukan data Ny. Ir mengatakan belum mengetahui
tentang perawatan bayi, pemberian ASI, imunisasi, teknik menyusui yang benar,
KB, nutrisi ibu menyusui, nutrisi ibu post
partum, cara memandikan bayi, dan perawatan tali pusat.
3. Intoleransi
aktivitas
Intoleransi aktivitas
adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari - hari yang harus atau yang ingin
dilakukan (Herdman, 2009:157). Penulis tidak mengangkat intoleransi aktivitas
sebagai diagnosa prioritas karena data yang ditemui pada Ny. Ir mampu melakukan
aktivitas yang diinginkan secara mandiri seperti bathing, feeding, transfering, toileting, kontinence dan dreessing selama di rumah sakit.
4. Nutrisi
bayi kurang dari kebutuhan
Nutrisi kurang adalah
asupan nutrisi tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik (Herdman, 2009:86).
Penulis tidak memgangkat sebagai diagnosa prioritas karena bayi Ny. Ir dapat
meminum ASI dengan cara ASI diperas dan disimpan di botol steril, selain itu BB
bayi 2300 gr, tidak menunjukkan adanya membran mukosa bayi pucat (Herdman, 2009:86)
5. Kurang
volume cairan cairan dan elektrolit
Kurang volume cairan
merupakan terjadinya penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan atau
intraselular ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan
natrium (Herdman, 2009:97). Penulis tidak mengangkat kurang volume sebagai
diagnosa prioritas karena Ny. Ir memiliki turgor kulit kenyal, membran mukosa
lembab, kulit lembab, CRT < 3 detik, suhu tubuh 36,2º C, nadi 72
x/menit, tekanan darah 120/80 mmHg.
6. Risiko tidak efektif koping individu
Ketidakmampuan untuk membentuk penilaian valid tentang stressor.
Ketidakadekuatan pilihan respons yang dilakukan, dan/atau ketidakmampuan untuk
menggunakan sumber daya yang tersedia (Herdman, 2009:297). Penulis
tidak mengangkat sebagai diagnosa prioritas karena Ny. Ir mampu berinteraksi
sosial dengan baik dengan lingkungan, keluarga, perawat.
7.
Gangguan pola tidur
Gangguan pada kuantitas dan kualitas tidur yang
menghambat fungsi (Herdman, 2009:134). Penulis tidak
mengangkat sebagai diagnosa prioritas meskipun Ny. Ir mengalami gangguan
seperti sering terbangun pada malam hari, tetapi penulis tidak menemukan data
yang mendukung seperti wajah pucat, terdapat lingkar mata hitam, gelisah, lesu
(Herdman, 2009:134).
8.
Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga
Penatalaksanaan
efektif tugas - tugas adaptif oleh anggota keluarga yang melibatkan tantangan
kesehatan pasien, yang saat ini menunjukkan keinginan dan kesiapan untuk
meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan mengenai diri sendiri dan dalam kaitanya
dengan pasien (Herdman, 2009:302). Penulis tidak mengangkat sebagai diagnosa
prioritas karena dalam pengkajian data yang kami lakukan tidak ada
batasan-batasan karakteristik yang memperkuat diagnosa tersebut seperti memilih
atau mengidentifikasi pengalaman yang mengoptimalkan kesejahteraan, anggota
keluarga berupaya menjelaskan dampak krisis pada pertumbuhan, dan anggota
keluarga mengubah sasaran untuk promosi keluarga.
C. Dukungan dan Hambatan
Keberhasilan
penulis dalam mencapai tujuan kepeperawatan tidak lepas dari faktor pendukung
yang ada selama melakukan asuhan keperawatan dalam waktu 2 x 24 jam,
diantaranya adalah :
1. Kepercayaan
yang diberikan oleh perawat klinik kepada penulis untuk melakukan perawatan pada pasien selama 2 x 24
jam.
2. Kepercayaan
pasien terhadap kemampuan penulis dan sikap kooperatif dari pasien selama
tindakan keperawatan.
3. Bimbingan
oleh perawat dan penguji yang sangat membantu dalam keefektifan prosedur
pelaksanaan tindakan keperawatan.
Sedangkan
faktor penghambat keberhasilan tindakan keperawatan yang dihadapi penulis
adalah :
1. Terbatasnya
kemampuan dan pengetahuan penulis tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan
pada pasien dengan post partum
indikasi ketuban pecah dini
2. Kurang
teliti dalam melakukan pengkajian dan menganalisa data untuk memastikan
intervensi yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3. Kurang
mendalami dalam melakukan pengkajian terhadap pasien mengenai psikologis dan
tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan bayi.
4. Keterbatasan
pengetahuan tentang cara pendokumentasian tindakan keperawatan yang benar dan
tepat.
5. Sikap
pasien dalam merespon nyeri kurang maksimal sehingga penulis kesulitan
mengidentifikasikan jenis, karakteristik nyeri yang dialami pasien.
6. Waktu
pengelolaan yang hanya 2 x 24 jam, pasien pulang sehingga penulis tidak mampu
memvalidasi ulang tindakan keperawatan yang telah dilakukan penulis.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Maternitas Pada
Ny. Ir dengan Post Partum Indikasi Ketuban Pecah Dini di Ruang Bougenvil RS
Pantiwilasa Citarum Semarang” dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan yang
muncul adalah nyeri akut abdomen berhubungan dengan kontraksi post partum,
ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan , kesiapan untuk meningkatkan
pengetahuan tentang perawatan bayi di rumah. Ketiga masalah tersebut masalah
sudah teratasi semua.
Keberhasilan
penulis dalam mencapai tujuan keperawatan tidak lepas dari faktor pendukung
yang ada selama melakukan asuhan keperawatan dalam waktu dua hari, diantaranya
adalah kepercayaan pasien terhadap terhadap kemampuan perawat dan sikap
kooperatif dari pasien selama tindakan keperawatan, kepercayaan dan bimbingan
yang diberikan oleh perawat klinik kepada penulis untuk melakukan perawatan
pada pasien selama dua hari. Faktor penghambat yang dihadapi penulis adalah
kurang ketelitian dalam pengkajian dan analisa data, keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan penulis tentang penatalaksanaan dan pendokumentasian asuhan
keperawatan pasien post partum serta kurang mendalamnya pengkajian yang
dilakukan terhadap pasien tentang dampak psikologis dan pengetahuan pasien
tentang psikologis dan pengetahuan pasien tentang post partum.
Semua
upaya diatas mulai dari penanganan saat persalinan dengan post partum bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan menurunkan angka kematian ibu.
B.
Saran
Saran yang dapat
penulis berikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien post partum
atas indikasi ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :
1. Bagi
perawat
Peningkatan
pemahaman, pengetahuan, ketrampilan tentang teori dan prosedur keperawatan
penting untuk dilakukan secara terus - menerus agar dapat memberikan asuhan
keperawatan sesuai prosedur dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
2. Bagi
keluarga
Keterlibatan
dan dukungan pasien dan keluarga merupakan faktor pendukung yang sangat
diperlukan dalam proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Antara. (2013, February 15). Republika Online.
Dipetik September 3, 2013, dari
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/02/16/mi9ugy-menkes-angka-kematian-ibu-melahirkan-masih-tinggi
Aprillia, Y. (2010). Hipnostetri : Rileks, Nyaman, dan
Aman Saat Hamil & Melahirkan hal. 123. Jakarta: Gagas Media.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep
dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Asri Hidayat, Mufdilah, & Sujiyanti. (2009). Asuhan
Patologi Kebidanan . Yogyakarta: Nuha Medika.
Bobak. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Ed.4.
Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi.
Jakarta: EGC.
Hamilton, G. M. (2009). Obstetri dan Ginekologi :
Panduan Praktik Ed. 2. Jakarta: EGC.
Harry Orxon & Willian R. (2010). Ilmu Kebidanan :
Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogjakarta: Yayasan Essentia Medika.
Herdman, T. H. (2009). Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Mander, R. (2003). Nyeri Persalinan. Jakarta: EGC.
Manuaba. (2008). Buku Ajar Patologi untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: EGC.
Manuaba. (2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin
Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.
Manuaba, I. B. (2004). Penuntun Kepaniteraan Klinik
Obstetri dan Ginekologi Ed.2 hal. 61. Jakarta: EGC.
Morton, P. G. (2005). Panduan Pemeriksaan Kesehatan
dengan Dokumentasi SOAPIE. Jakarta: EGC.
Nadesul, H. (2001). Cara Sehat Selama Hamil. Niaga
Swadaya.
Nugroho, J. &. (2010). Catatan Kuliah Ginekologi dan
Obstetri (OBSGYN). Yogyakarta: Nuha Medika.
Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak,
Bedah, Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nugroho, T. (2011). Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa
Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. hal. 67. Jakarta: Salemba Medika.
Penny Simkin, Janet Whalley, & Ann Keppler. Panduan
Lengkap Kehamilan, Melahirkan & Bayi. Arcan.
Sastrawinata, S. (2004). Ilmu Kesehatan Reproduksi :
Obstetri Patologi Ed. 2, hal. 59. Jakarta : EGC.
Sinclair, C. (2009). Buku Saku Kebidanan . Jakarta :
EGC.
Wong, D. L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.
Jakarta: EGC.
Yulaikhah, L. (2008). Kehamilan . Jakarta: EGC.
Yuliarti, N. (2010). Keajaiban ASI. Yogyakarta: Andi
Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar